Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Tak Serius Berantas Korupsi

Kompas.com - 18/10/2011, 17:47 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Berbagai persoalan kasus korupsi terjadi karena kurangnya ketulusan membela kebenaran keadilan bangsa dan negara. Sikap berpura-pura saat ini sering dijadikan mata pencarian oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, khususnya dalam bidang pemberantasan korupsi.

Demikian dikatakan mantan anggota Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi Syafii Ma'arif dalam diskusi bertajuk "KPK Dibubarkan atau Diperkuat" di kantor DPP PPP, Jakarta, Selasa (18/10/2011). Oleh karena itu, menurut Syafii, Komisi Pemberantasan Korupsi adalah salah satu lembaga penegak hukum yang masih diperlukan untuk memberantas berbagai kasus korupsi di Indonesia.

"Delapan tahun, harapan bagi KPK memang begitu tinggi, dalam bacaan saya, mengapa KPK tidak bisa memenuhi harapan, karena negara ini tidak pernah serius berantas korupsi. Mungkin mereka mendengar, tetapi hati beku, dan saraf kepekaan sudah mati, maka terjadilah berbagai persoalan-persoalan seperti itu," ujar pria yang akrab dipanggil Buya Syafii ini.

Dalam hal ini, Buya mencontohkan, kasus mantan Ketua KPK Antasari Azhar dan Cicak vs Buaya yang melibatkan salah satu Ketua KPK, Chandra M Hamzah. Menurutnya, dalam dua kasus tersebut sangat kental nuansa kriminalisasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Kasus Antasari terkesan dicari-cari, misalnya, mengenai cinta segitiga dia. Dan, walaupun memang terkadang dia ceroboh, tetapi lihat saja adik kandung korban (Nasruddin) justru malah mendukung dia. Kemudian timbul kasus Bibit dan Chandra. Lalu, ada buku yang dibuat oleh Kaligis (OC Kaligis) yang mengatakan dia koruptor. Itu kan sebenarnya bentuk kriminalisasi," kata Buya.

Lebih lanjut, ditambahkan Buya, budaya korupsi saat ini sudah menjadi kebudayaan di Indonesia. Menurut catatannya, mantan Menteri Keuangan RI Soemitro Djojohadikoesoemo pernah mengatakan, sejak Orde Baru korupsi sudah merajalela Indonesia, bahkan hingga 20 persen dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dikatakan sudah tergerus oleh praktik-praktik korupsi.

"Dan, sekarang ini tidak berubah. Kalau dulu di pusat, sekarang menyebar ke daerah-daerah. Jadi kalau saya pikir, kalau sekarang ini banyak pikiran yang ingin membubarkan KPK, itu adalah pikiran anarkis. Walaupun masih ada yang kurang, tetapi kalau negara ini sungguh-sungguh, saya kira bisa mengharapkan KPK bisa berbuat banyak dalam memberantas korupsi di negeri ini," tegas Buya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

    CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

    Nasional
    Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

    Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

    Nasional
    Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

    Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

    Nasional
    Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

    Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

    Nasional
    Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

    Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

    Nasional
    Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

    Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

    Nasional
    Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

    Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

    Nasional
    Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

    Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

    Nasional
    Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

    Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

    Nasional
    PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

    PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

    Nasional
    Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

    Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

    Nasional
    Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

    Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

    Nasional
    TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

    TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

    Nasional
    KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

    KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

    Nasional
    'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

    "Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com