Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gayus Tambunan Divonis Dua Tahun

Kompas.com - 05/10/2011, 04:33 WIB

Tangerang, Kompas - Gayus Halomoan Partahanan Tambunan divonis dua tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana memberikan data tak benar untuk mendapatkan surat perjalanan RI dan dengan sengaja menggunakan surat itu. Terpidana mafia pajak itu dikenai Pasal 55 Huruf a dan c Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Namun, putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang dipimpin Bambang Setyadi, yakni tiga tahun.

Putusan itu dibacakan ketua majelis hakim Syamsu Bachri Harahap dalam sidang perkara dugaan pelanggaran keimigrasian di ruang utama Pengadilan Negeri Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Selasa (4/10). Saat akan membacakan putusan, hakim meminta Gayus berdiri di depan kursi terdakwa. Ia juga diwajibkan membayar biaya perkara Rp 5.000.

Menurut hakim Harahap, hal-hal yang memberatkan, antara lain, terdakwa pernah dihukum dan dengan sengaja menggunakan surat perjalanan RI palsu untuk ke luar negeri. Hal yang meringankan, antara lain, ia kepala keluarga yang menjadi tulang punggung bagi istri dan anak-anaknya. Selain itu, selama proses sidang, terdakwa juga mengakui kesalahannya, tak berbelit-belit, dan bersikap sopan.

Pikir-pikir

Gayus memilih mempertimbangkan putusan tersebut. ”Bagaimana terdakwa? Mau banding atau pikir-pikir dulu. Silakan berdiskusi dengan penasihat hukumnya terlebih dulu,” kata Harahap memberikan kesempatan kepada Gayus menanggapi putusan hakim.

Setelah berdiskusi dengan penasihat hukum dari Kantor Pengacara Hotma Sitompul, Gayus yang saat itu menggunakan kemeja putih bergaris biru muda dan dipadukan dengan celana hitam kembali duduk di kursi terdakwa. ”Saya pikir-pikir dulu,” kata Gayus. Majelis hakim memberikan waktu paling lama tujuh hari kepada Gayus untuk menyatakan sikapnya.

Seusai persidangan, Sopar Sitinjak, salah satu anggota tim penasihat hukum Gayus, mengatakan, keputusan hakim itu terlalu berat. ”Seharusnya hakim memberikan hukuman lebih ringan dari putusan itu karena klien kami mengakui perbuatannya, tidak berbelit-belit, dan sopan dalam persidangan,” ujar Sopar. (PIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com