Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faktor Ganda Empaskan Pesawat

Kompas.com - 04/10/2011, 05:26 WIB

Melihat kondisi rerontok pesawat CASA 212 yang jatuh di Pegunungan Bahorok, Langkat, Sumatera Utara, Kamis (29/9), dan kondisi jenazah para penumpang diduga kuat pesawat mengalami empasan vertikal ke bawah hingga menabrak tebing atau pepohonan di sana sebelum akhirnya jatuh.

Dalam waktu sekitar 40 menit penerbangan, pesawat komuter berbaling-baling yang berangkat dari Medan itu telah mencapai kawasan Pegunungan Bahorok. Jatuhnya pesawat diduga akibat adanya turbulensi di lokasi tersebut.

Menurut Budi Wuraskito, Direktur Aircraft System PT Dirgantara Indonesia, turbulensi muncul akibat faktor ganda, yaitu embusan angin dan terbentuknya awan kumulonimbus. Ketika gangguan tersebut muncul bertepatan dengan melintasnya pesawat, akan terjadi empasan vertikal ke bawah. Dorongan angin ke bawah bersumber dari pusaran angin di inti awan tersebut. Gangguan ini hanya muncul beberapa menit dan tidak terdeteksi oleh radar. Turbulensi dapat terjadi di atas ketinggian 1.500 kaki (457 meter).

Empasan vertikal ke bawah itu dapat mendorong pesawat ratusan hingga ribuan meter dalam waktu singkat. ”Ada kasus yang mencapai penurunan 10.000 kaki (3.048 meter) dalam waktu 30 menit di Inggris. Dapat terjadi juga penurunan 6.000 kaki (1.829 meter) per menit,” kata Budi.

Penurunan pesawat atau impak ini dapat berdampak blackout pada penumpang ataupun pilot. Demikian pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menjelaskan. Impak ini ditunjukkan dengan pengaruh gaya gravitasi terhadap bobot tubuh.

Seseorang yang terkena gravitasi 1G akan menanggung dua kali bobot tubuhnya. Semakin tinggi gayanya akan semakin besar bobot yang ditanggung.

Adapun kondisi fisiologis yang terjadi adalah naiknya aliran darah ke otak jika pesawat menukik. Efek yang akan diterima berupa rasa pening, muntah-muntah, hingga pingsan.

Di daerah Pegunungan Bahorok, yang merupakan bagian dari Bukit Barisan, dapat terjadi angin berbelok. Hal ini terjadi karena angin membentur tebing pegunungan lalu berbelok ke berbagai arah tergantung dari kontur tebing. Kondisi ini tentu membahayakan penerbangan yang melintas di sepanjang tebing tersebut.

Hal itu yang kemungkinan besar dialami pesawat naas tersebut. Pesawat komuter ini memiliki daya jelajah terbatas maksimum hanya dapat mencapai ketinggian tertentu.

Dudi menduga, pada kejadian itu penumpang mengalami blackout akibat penurunan ketinggian secara mendadak. Kemudian benturan pada dinding tebing dan pepohonan menambah efek benturan sehingga menewaskan penumpang. (YUN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com