JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus pemalsuan surat palsu Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pemilu 2009 di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I, Masyhuri Hasan, siap membongkar kasusnya di depan hakim Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat.
Hasan, Jumat (26/8/2011) ini, resmi menjadi tahanan Kejari Jakarta Pusat setelah penyidik polri melimpahkan berkas-berkas penyidikan mantan Panitera MK tersebut.
"Sekarang dia (Masyhuri Hasan) resmi menjadi tahanan Kejari hingga 20 hari ke depan. Setelah itu, Pak Hasan akan siap buka-bukaan mengenai kasus-kasusnya di hadapan hakim persidangan," ujar Agus Herianto, salah satu kuasa hukum Masyhuri Hasan, di Kejari Jakarta Pusat, Jumat (26/8/2011).
Hasan ditetapkan sebagai tersangka kasus surat palsu MK. Ia dijerat Pasal 263 KUHP karena diduga memalsukan surat. Hasan membubuhkan tanda tangan palsu dan nomor surat palsu pada Surat 112 dan 113 tertanggal 14 Agustus. Padahal, surat itu dikeluarkan tanpa sepengetahuan Panitera MK Zainal Arifin Hoesein.
Menurut Agus, dalam kasus itu, kliennya tidak melakukan pemalsuan atas kemauannya sendiri. Hasan, kata Agus, tidak sadar ada pemanfaatan oleh beberapa pihak dalam kasus yang melibatkan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati, tersebut.
"Prinsipnya, dalam kasus itu, Pak Masyhuri melakukan itu karena disuruh, bukan atas kemauannya sendiri. Ini yang kami sesalkan juga kenapa polisi tidak mengusut auktor intelektualis dalam kasus itu. Pak Masyhuri Hasan ini kan hanya bagian kecil dalam kasus ini," tuturnya.
Agus menambahkan, kliennya saat ini ingin kasusnya cepat diproses oleh pengadilan. Hasan, kata Agus, merasa tidak nyaman jika dirinya dilibatkan dalam banyak hal pada kasus tersebut. Menurut dia, konteks perkara yang dialami Masyhuri Hasan bukan perkara besar.
"Tapi, efek sampingnya itu yang cukup besar. Apalagi, sekarang ini kita tahu sendiri sudah ada tersangka baru yang ditetapkan polisi. Dan tentunya juga kita, sebagai penasihat hukum, berharap ada tersangka-tersangka lainnya," kata Agus.
Seperti diberitakan, selain Hasan, polisi juga telah menetapkan Zainal Arifin Hoesein, mantan Panitera MK, dalam kasus tersebut. Keduanya dijerat Pasal 263 KUHP jo Pasal 55 KUHP tentang pemalsuan.
Kepada penyidik, Hasan sudah menjelaskan beberapa hal tentang pemalsuan surat yang menguntungkan Dewi Yasin Limpo, kader Partai Hanura. Sebaliknya, Zainal membantah terlibat dalam kasus itu. Kepada penyidik, Zainal mengaku tak tahu menahu bagaimana surat palsu bernomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 itu dibuat.
Berbagai pihak mengkritik kerja kepolisan dalam menangani kasus itu. Pasalnya, hingga saat ini belum terungkap jelas siapa auktor intelektualisnya. Menanggapi kritikan itu, kepolisian menyebut penanganan kasus itu belum selesai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.