Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APBN Tersandera Utang

Kompas.com - 11/08/2011, 02:01 WIB

Dani setiawan

Besarnya porsi pembayaran utang dalam APBN telah menyandera kebijakan anggaran negara untuk diprioritaskan melayani kreditor asing dan para investor pemilik surat berharga negara.

Di sisi efektivitasnya, secara internal beban pembayaran utang menjadi pemicu terjadinya kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan.

Beban pembayaran utang telah mengurangi kemampuan negara untuk menstimulus perekonomian dengan dukungan pendanaan bagi pembangunan. Besarnya beban pembayaran utang setiap tahun mengakibatkan berkurangnya alokasi anggaran pembangunan dan subsidi bagi rakyat yang menjadi tanggung jawab negara.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga Juni 2011, posisi utang pemerintah pusat telah mencapai Rp 1.723,90 triliun. Besaran utang tersebut terdiri atas utang luar negeri sebesar Rp 589 triliun dan surat berharga negara sebesar Rp 1.135 triliun.

Selama triwulan pertama 2011, jumlah utang bertambah sebesar Rp 47 triliun dibandingkan posisi Desember 2010. Meningkatnya utang pemerintah disebabkan besarnya kebutuhan untuk menutup defisit anggaran dan membayar cicilan pokok utang luar negeri maupun surat berharga negara.

Besarnya beban pembayaran utang menyebabkan pemerintah harus merogoh kocek APBN dalam jumlah yang sangat besar. Pada tahun 2010 saja realisasi alokasi pembayaran cicilan pokok dan bunga utang dalam APBN mencapai Rp 215.546 triliun. Masing-masing terdiri atas pembayaran bunga utang sebesar Rp 88.383 triliun, pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp 50.632 triliun, serta pembayaran cicilan pokok dan pembelian kembali (buyback) surat berharga negara sebesar Rp 76.531 triliun.

Pada tahun 2011, pemerintah merencanakan menambah alokasi pembayaran utang hingga mencapai Rp 249.727 triliun atau meningkat sekitar Rp 35 triliun dibandingkan tahun 2010. Angka ini jauh lebih besar daripada total belanja modal, yang notabene merupakan investasi pemerintah dalam APBN-P 2011 yang hanya sebesar Rp 136.877 triliun. Angkanya akan semakin mencolok apabila kita membandingkan total pembayaran utang dengan porsi belanja pemerintah untuk sektor pendidikan, kesehatan, pangan dan pertanian, serta pembangunan koperasi dan usaha kecil dan menengah.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, akibat lebih jauh adalah penyusunan APBN akan terus-menerus disandera oleh penambahan utang-utang baru, dari dalam dan luar negeri, untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang yang terus membesar. Oleh karena itu, jika solusi konvensional penyusunan APBN terus mempertahankan skema pembiayaan dalam model seperti ini, setiap penambahan nilai dari hasil kerja produksi nasional menjadi percuma.

Setiap pendapatan APBN dari sektor pajak atau sumber daya alam akan diutamakan untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang. Situasi dan kondisi ini sudah barang tentu menyebabkan kewajiban konstitusional pemerintah untuk menyejahterakan dan memakmurkan rakyat banyak, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 tentang penyusunan APBN, tidak akan tercapai.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com