Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Horizontal-Vertikal Bersamaan

Kompas.com - 10/08/2011, 02:13 WIB

Sejak menjadi bagian dari Indonesia, sampai kini Papua terus bergejolak. Persoalan sosial yang terus mengemuka, berbentuk penyerangan atau tuntutan untuk referendum, tak dapat dibiarkan begitu saja. Tuntutan itu harus diselesaikan dengan memakai pendekatan horizontal dan pendekatan vertikal.

Oleh karena itu, perlu dibuat solusi komprehensif, baik itu jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Harapan itu dilontarkan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Budi Susilo Soepandji, pekan lalu di Istana Presiden, Jakarta.

Lontaran Budi Susilo itu berdasarkan kondisi Papua selama ini. Secara horizontal perlu ada penyadaran bagi warga Papua yang tersebar di pesisir, perkotaan, dan pegunungan tentang keberadaannya sebagai satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rakyat Papua yang memiliki lebih dari 400 bahasa perlu juga disadarkan bahwa mereka disatukan oleh bahasa Indonesia.

Secara vertikal, rakyat Papua juga disadarkan akan adanya kebijakan otonomi daerah yang perlu ditaati. Pemerintah juga perlu memerhatikan aspirasi warga di sana tentang apa yang terbaik bagi Papua.

Meski pendekatan secara lunak perlu dilakukan, penegakan hukum tetap harus dikedepankan. Terkait tuntutan referendum di Papua, kata Budi Susilo, itu harus ditolak. Papua adalah bagian dari NKRI.

Pendekatan horizontal dan vertikal, untuk menyelesaikan persoalan di Papua, secara tak langsung diakui peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti. Ia mengakui, gerakan rakyat Papua mengalami perubahan. Jika dulu gerakan menuntut kemerdekaan dilakukan dengan cara militer sporadis, seperti dilakukan Organisasi Papua Merdeka, kini pendekatan diplomasi dan politik internasional yang gencar dilaksanakan.

Aktivis yang menuntut kemerdekaan Papua lepas dari Indonesia meniru gaya Timor Leste, yang membangun jaringan di luar negeri. Dalam konteks ini, persoalan tidak lagi ditentukan oleh politik negara dengan negara, tetapi aktor non-negara juga bisa berperan. Pemerintah Indonesia mesti mencari informasi sedetail mungkin apa yang sebenarnya terjadi di Papua dan penyebabnya. Pemerintah harus pula memetakan siapa representasi dari kelompok yang bisa diajak berdialog.

Mobilisasi massa dengan unjuk rasa damai di berbagai tempat di Papua, 2 Agustus lalu, juga adalah fenomena tersendiri. Aksi damai itu menimbulkan empati, baik di tingkat domestik maupun internasional. ”Semua ini harus dipahami Pemerintah Indonesia. Jangan lagi business as usual,” kata Ikrar di Jakarta.

Perbaiki taraf hidup

Sebaliknya, menurut Samuel Atbar, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Musamus Merauke, Papua, Senin (8/8) di Merauke, rentetan kekerasan di beberapa tempat di Papua harus direspons pemerintah dengan berupaya lebih keras memperbaiki taraf hidup masyarakat asli Papua. Pendekatan keamanan tak akan menyelesaikan akar masalah, sebaliknya membuat masyarakat Papua kian merasa tertekan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com