Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Akhir Jabatan, SBY Justru Melemah

Kompas.com - 09/08/2011, 17:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Guru Besar Ilmu Politik dari Northwestern University USA, Jeffrey Winters, menilai saat ini kedudukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah melemah, menjelang tiga tahun akhir dari masa jabatannya.

Menurut dia, hal tersebut sebagai sebuah kewajaran karena setelah dua kali masa jabatan seorang presiden sering kali lemah akibat memikirkan kekuasaannya yang tinggal hitungan waktu.

Melemahnya Presiden SBY ini, ujar Jeffrey, juga disebabkan karena meletusnya Partai Demokrat dari internal partainya sendiri. "Dengan Partai Demokrat meletus dari dalam, justru ini membuat SBY lebih lemah secara lebih cepat. Jadi dipercepat proses untuk melemahkan SBY. Dibanding sebelum kasus ini (kasus Nazaruddin) SBY jauh lebih stabil dan lebih kuat. Sekarang, posisinya lebih lemah," ujar pria yang fasih berbahasa Indonesia ini, di Rumah Perubahan, Jakarta Pusat, Selasa (9/8/2011).

Ia menyebut, jika SBY ingin memperkuat dan menjaga kepercayaan rakyat padanya sebelum selesai masa jabatan, ia harus bertindak cepat menyelesaikan indikasi dugaan korupsi dari oknum Partai Demokrat ke ranah hukum.

Ketegasan, lagi-lagi menjadi kunci agar SBY bisa memimpin negara ini. "Selama ini banyak orang menyatakan SBY tidak tegas dalam memerintah. Jika SBY ingin kembali dengan full power, dia perlu secepatnya membereskan situasi di Partai Demokrat. Di mana ada begitu banyak kasus korupsi yang muncul, dan harus diselesaikan. Kalau tidak bertindak cepat dan keras, malah posisi dia sebagai Presiden untuk sisa jabatannya luntur begitu saja," paparnya.

Jika SBY, tidak segera bertindak, lanjut Jeffrey, bukan tidak mungkin mengundang kemarahan rakyat. "Indeks muak masyarakat saat ini saya rasa sudah tinggi sekali. Mereka muak dengan keadaan yang terjadi pemerintahan saat ini. Presiden harus segera bertindak," katanya.

Seperti yang diketahui, sejak Partai Demokrat yang mengusung SBY sebagai Presiden, diguncang masalah sejak bergulir kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet yang dilakukan PT DGI kepada Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara umum partai itu.

Nazaruddin, yang telah kepalang basah, tak mau menanggung sendiri aib tersebut. Melalui pelariannya ke Singapura, sejak 23 Mei 2011, ia menyuarakan pernyataan-pernyataan seputar keterlibatan dan borok kader Demokrat lainnya dalam kasus itu.

Nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Mirwan Amir disebut-sebut main dalam mafia anggaran wisma atlet.

Nazaruddin, kini telah ditangkap di Kolombia. Namun, nama Partai Demokrat telanjur tercoreng. Apalagi SBY di Partai tersebut menjadi Ketua Dewan Pembina, sehingga partai tersebut dituntut untuk menguak kasus korupsi yang diduga dilakukan para petingginya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com