Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reformasi KUHAP Berjalan Terseok

Kompas.com - 02/08/2011, 04:54 WIB

Jakarta, Kompas - Reformasi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana sebenarnya sudah didengungkan sejak lama. Akan tetapi, seperti halnya proses amandemen beberapa undang-undang lain, yang tidak lagi sejalan dengan kebutuhan hukum dan masyarakat kekinian, reformasi KUHAP pun berjalan terseok-seok.

Selaras dengan disahkannya sejumlah instrumen hak asasi manusia internasional menjadi hukum nasional, khususnya Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik pada 2005, serta Konvensi Menentang Segala Bentuk Penyiksaan dan Penghukuman Kejam pada 1998, materi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinilai Komite untuk Pembaharuan KUHAP sudah tidak sejalan, bahkan membuka celah penyimpangan terhadap dua kovenan tersebut serta sudah selayaknya segera dilakukan perubahan.

Kenyataannya, setelah lebih dari satu dekade upaya reformasi KUHAP, tarik ulur kepentingan antarinstitusi penegak hukum sebagai pelaksana KUHAP ditengarai menjadi penyebab utama macetnya reformasi KUHAP. ”Tahun 1999 ada tim yang dibentuk untuk pembaruan KUHAP. Rancangan UU KUHAP selesai 2010, tapi kok belum selesai juga sampai sekarang,” kata Restaria F Hutabarat dari Komite untuk Pembaharuan KUHAP di Jakarta, pekan lalu.

Kelahiran    UU No 8/1981 tentang KUHAP diakui sebagai karya besar dalam pengaturan prosedur hukum pidana. Namun, setelah hampir 30 tahun, daftar persoalan yang ditimbulkan akibat tidak lagi memadainya KUHAP sebagai pedoman hukum acara kian tampak jelas.

”Kasus Prita dan jual beli iPad tanpa manual menjadi contoh nyata betapa tidak lagi sejalannya KUHAP dengan semangat zaman yang menghendaki keadilan sebagai bagian penting dari perlindungan hak asasi,” katanya.

Masalah krusial

Menurut Wahyudi Djafar dari Komite untuk Pembaharuan KUHAP, salah satu masalah krusial yang dapat menjadi alasan utama harus disegerakannya reformasi KUHAP adalah terkait dengan aturan penahanan yang ada di dalam KUHAP saat ini.

Pengaturan tentang penahanan di dalam KUHAP saat ini telah melahirkan banyak tindakan sewenang-wenang dan korup dari penegak hukum akibat mudahnya melakukan tindakan penahanan.

Kendati KUHAP mensyaratkan adanya syarat obyektif dan subyektif, pada praktiknya syarat-syarat tersebut sering kali diabaikan penegak hukum, dan lebih mengedepankan unsur subyektivitas dalam penahanan. Tidak adanya campur tangan pengadilan dalam penahanan menjadikan kepolisian dan kejaksaan sebagai pihak yang diberikan mandat acap kali gampang melakukan penahanan.

Oleh karena itu, Komite untuk Pembaharuan KUHAP mendesak Kementerian Hukum dan HAM segera menyerahkan naskah RUU KUHAP ke presiden agar dapat dikeluarkan surat oleh presiden. (LOK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com