Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prita Berharap Hakim PK Melek IT

Kompas.com - 12/07/2011, 12:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Slamet Yuwono, kuasa hukum Prita Mulyasari, terpidana kasus dugaan pencemaran nama baik RS Omni Internasional Serpong, berharap majelis hakim Mahkamah Agung yang menangani proses hukum peninjauan kembali yang akan diajukan Prita adalah mereka yang melek teknologi informasi. Sebab, Prita dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Kalau nanti PK, mohon disarankan ditangani hakim agung yang memang benar-benar melek IT (teknologi informasi) dan yang obyektif," ungkap Slamet di depan anggota Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/7/2011).

Ia mengatakan, Prita akan segera mengajukan peninjauan kembali (PK) setelah MA mengeluarkan amar putusan kasasi yang menerima permohonan jaksa penuntut umum Pengadilan Negeri Tangerang atas putusan bebas terhadap Prita yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang. Dengan putusan kasasi tersebut, Prita dinyatakan bersalah dalam kasus pencemaran nama baik RS Omni Internasional Serpong.

Slamet menerangkan, banyak kejanggalan dalam putusan kasasi pidana tersebut. Putusan itu berbeda dengan putusan kasasi kasus perdata. Ia mempertanyakan kapabilitas tim hakim agung dalam putusan kasasi pidana. Menurutnya, pertentangan ini menjadi preseden buruk bagi proses penegakan hukum di Indonesia karena satu institusi membuat dua putusan terkait dengan pertimbangan yang bertolak belakang.

Oleh karena itu, ia meminta Komisi III DPR RI untuk memperingatkan MA agar menyediakan hakim-hakim agung yang berkapasitas dan berintegrasi teruji dalam menangani proses hukum PK ini nantinya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Tjatur Sapto Edi mengaku telah berkomunikasi dengan Ketua MA Arifin Tumpa. Politisi PAN ini telah meminta agar proses PK selanjutnya langsung ditangani oleh pimpinan MA.

"Kasasi perdatanya itu kan yang memimpin kan majelis hakimnya MA, saya minta kalau PK, majelis hakimnya pimpinan MA," tegasnya kepada Kompas.com.

Dalam putusan kasasi perdata yang diajukan RS Omni, Prita dinyatakan tidak terbukti bersalah dari tuduhan pencemaran nama baik dan bebas dari kewajiban membayar denda sebesar Rp 204 juta. Majelis hakim menyatakan tidak menemukan niatan pada Prita untuk menghina. Menurut majelis hakim, Prita hanya menyampaikan keluhan.

Sementara itu, dalam putusan kasasi pidana yang dikeluarkan 30 Juni 2011 lalu, Prita justru dinyatakan bersalah dan melakukan penghinaan. MA menjatuhkan vonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Nasional
    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    Nasional
    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Nasional
    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Nasional
    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Nasional
    Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Nasional
    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Nasional
    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Nasional
    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Nasional
    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    Nasional
    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Nasional
    Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Nasional
    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

    Nasional
    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    Nasional
    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com