Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Groeneveld Alias Condet

Kompas.com - 07/07/2011, 15:45 WIB

MENURUT peta Jakarta lama, Condet termasuk ke dalam distrik Cililitan Besar. Data tertulis pertama yang menyinggung–nyinggung Condet adalah catatan perjalanan Abraham Van Riebeeck, ketika masih menjabat Direktur Jenderal VOC di Batavia (sebelum menjadi Gubernur Jendral).

Dalam catatan tersebut, pada tanggal 24 September 1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan melalui anak sungai Ci Ondet menuju Parung: “Over mijin lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet” (De Haan 1911: 320).

Tanah Condet cukup subur, buah-buahannya manis. Salak Condet yang terkenal itu selain manis juga “masir”. Dulu penduduk Condet memang hidup dari pertanian, walau sebagian kecil ada juga yang menjadi kusir delman atau berdagang.

Di abad ke- 18 orang Belanda menyebut Condet dengan sebutan Groeneveld, yang berarti Tanah Hijau. Pada waktu itu Condet termasuk bagian dari tanah partikulir Tandjoeng Oost atau Tanjung Timur milik Peter Van Der Velde asal Amersfoort (De Haan 1910:50).

Tandjoeng Oost mengalami masa kejayaan ketika dikuasai oleh Daniel Cornelius Helvetius van Riemsdijk yang berusaha menggalakkan pertanian dan peternakan. Setelah dia meninggal pada tahun 1860, Groeneveld menjadi milik putrinya yang bernama, Dina Cornelia, yang menikah dengan Tjaling Ament, asal Kota Dokkum, Belanda Utara. Ament melanjutkan usaha mertuanya, meningkatkan usaha pertanian dan peternakan.

Setelah Tjaling Ament dan istrinya meninggal, Groeneveld dikuasai oleh Lady Rollinson, seorang kaya dari Inggris. Sebagai tuan tanah yang menguasai Condet, bangsawan Inggris tersebut mengharuskan rakyat Condet membayar pajak. Juru tagihnya para mandor dan centeng tuan tanah.

Setiap minggu rakyat harus membayar blasting atau pajak kompenian sebesar 2,5 sen. Jumlah itu dinilai sangat besar, sebab harga beras ketika itu cuma empat sen per kilogram. Penduduk yang belum membayar blasting diharuskan kerja paksa mencangkul sawah dan kebun milik tuan tanah selama seminggu.

Jika para pemilik sawah atau kebun yang belum membayar pajak kompenian, ganjarannya lebih berat. Hasil sawah dan kebun mereka tak boleh dipanen.

Pemberontakan Entong Gendut

Menghadapi kebijakan tuan tanah seperti itu, rakyat Condet masih berusaha sabar. Namun, ketika kebun milik seorang penduduk bernama Taba dibakar karena belum membayar pajak, mereka akhirnya bangkit melakukan perlawanan. Pada 5 April 1916 Villa Nova diserang oleh para petani Condet. Pemberontakan itu dipimpin Haji Entong Gendut, seorang jawara yang dikenal saleh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com