Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arsyad: Mahfud Hanya Cari Popularitas

Kompas.com - 28/06/2011, 15:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi, menuding Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mencari popularitas dengan mengungkap kasus dugaan surat palsu dan menuding Arsyad terlibat di dalamnya.

Di hadapan Panja Mafia Pemilu di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/06/2011), Arsyad membantah semua pernyataan yang disampaikan Tim Investigasi Mahkamah Konstitusi.

"Isu- isu yang dituduhkan (kepada saya), dengan segala kerendahan hati saya hanya bisa tersenyum. Pernyaataan bertubi-tubi dari Ketua MK (Mahfud MD) terhadap diri saya bagi saya tuduhan itu sangat keliru, tidak mendasar dan manipulatif. Ini pemanfaatan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi untuk cari popularitas dengan mengorbankan orang lain, yaitu saya," ujar Arsyad.

Ia menyampaikan, tuduhan bahwa dirinya terlibat adalah tidak berdasar. Sebab, dijelaskan, secara struktural ia tidak memiliki kewenangan untuk untuk membuat surat dan konsepnya. Secara struktural, lanjutnya, yang berhak mengurus surat putusan MK adalah Ketua MK dan Panitera. Ia hanya sebagai hakim anggota dalam panel putusan itu. Ia mengaku, tak pernah melihat bentuk konsep surat putusan itu, baik asli maupun palsu.

"Saya tidak pernah lihat sama sekali surat putusan yang dibilang itu, konsepnya, maupun surat asli atau palsu. Saya tidak pernah lihat jawaban MK kepada KPU, sekali lagi saya tidak pernah lihat. Apa yang ditambah dan diubah dari surat itu, atau dirancang kalau tidak lihat (surat putusan MK)," terang Arsyad.

Kasus dugaan surat palsu mencuat setelah Mahfud menyampaikan kepada publik mengenai laporan pemalsuan suratnya yang tidak ditangani polisi. Surat MK yang dipalsukan dan bertanggal 14 Agustus 2009 terkait penambahan suara pada Partai Hanura di Daerah Pemilihan Sulsel I sehingga KPU memberikan kursi kepada calon legislatif Dewi Yasin Limpo.

Adapun surat asli bertanggal 17 Agustus 2009 menyatakan perolehan perolehan suara Partai Hanura, bukan penambahan suara. Akibatnya, keputusan KPU diralat dan kursi legislatif diberikan kepada calon dari Partai Gerindra Mestariyani Habie.

 

Tindakan ilegal ini diduga melibatkan pegawai serta hakim MK dan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum Andi Nurpati.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

    Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

    Nasional
    Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

    Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

    Nasional
    Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

    Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

    Nasional
    Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

    Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

    Nasional
    Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

    Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

    Nasional
    Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

    Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

    Nasional
    Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

    Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

    Nasional
    Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

    Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

    Nasional
    Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

    Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

    Nasional
    Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

    Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

    Nasional
    Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

    Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

    Nasional
    Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

    Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

    Nasional
    Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

    Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

    Nasional
    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Nasional
    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com