Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yenny Tuding Nurpati Abaikan Putusan MA

Kompas.com - 17/06/2011, 19:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Kebangkitan Bangsa, Yenny Wahid, buka-bukaan soal mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Andi Nurpati. Menurutnya, Andi Nurpati mengabaikan keputusan Mahkamah Agung terkait penetapan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Umum Dewan Syuro dari partai itu. Hal inilah yang menjadi salah satu indikasi dari semakin melebarnya perpecahan di dalam PKB. Hal ini kemudian membuat keputusan Muhaimin Iskandar dalam membentuk partai PKB lainnya semakin diperkuat.

"Jadi, putusan Mahkamah Agung (MA) kan memberikan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro. Nah sama KPU itu diabaikan. Ketika saya datang ke Andi Nurpati, saya katakan, 'lho keputusan MA itu jelas-jelas mengatakan bahwa Gus Dur itu sebagai Ketua Dewan Syuro. Kok Anda mengabaikannya. Enggak bisa jawab dia (Andi Nurpati). Pengabaian ini jelas membawa pengaruh pada PKB. Artinya, kan enggak bisa Cak Imin jalan sendiri saja. Harus melibatkan kita," ujar Yenny di Wahid Institute, Jumat (17/6/2011).

Yenny menuding Andi Nurpati melakukan manipulasi atas surat MA. Namun, ketika ditanya Yenny, Andi justru gelagapan dan tak bisa menjawabnya. "Dia (Andi Nurpati) gelagapan, apalagi saya kan bawa surat keputusan MA. Jelas-jelas di situ dikatakan bahwa Gus Dur Ketua Umum dan dalam ADRT PKB, Ketua Umum Dewan Syuro itu memiliki kedudukan yang paling tinggi. Artinya, KPU harusnya memberikan hak suaranya ke Gus Dur sebagai pimpinan tertinggi partai, bukan ke Cak Imin. Namun, ini kan diabaikan Andi Nurpati," ucapnya.

Tak hanya itu, setelah adanya perpecahan PKB dan hal itu berpengaruh pada perolehan suara PKB dalam pemilu, Andi Nurpati menurut Yenny juga diketahui menelepon sejumlah ketua KPU di daerah. Ia meminta mereka untuk memilih PKB versi Cak Imin. Yenny menduga, Andi melakukan itu karena telah dipesan oleh kekuasaan tertentu. Ia mempertegas, Andi Nurpati merupakan salah satu anggota KPU yang paling dominan dalam mengabaikan keputusan MA itu.

"Jadi, kesaksian dari beberapa sumber kita, ketua KPU di daerah itu ditelepon langsung oleh Andi Nurpati agar memberikan suaranya kepada PKB Muhaimin dan mengatakan kantor PKB yang diakui ini adalah PKB yang di Sukabumi (PKB Muhaimin), bukan PKB yang resmi di Kalibata sesuai dengan keputusan MA dan Muktamar Semarang sebelumnya. Jadi, ada beberapa pengaburan fakta. Samalah dengan apa yang dilakukannya kemarin (penggelapan surat MK). Dia memanipulasi fakta. Ini bukan kali pertama, jadi saya enggak terkejut ada kasus itu (MK)," tambah Yenny.

Yenny saat ini tengah menimbang keputusan untuk membawa kasus pengabaian keputusan oleh Politisi Demokrat itu ke ranah hukum. Ia khawatir, kasus ini pun kelak hanya mengambang. Hal itu terasa lebih jika telah disetir oleh kekuatan politik. "Kalau sudah manipulasi, ranah pidana sangat bisa karena ini manipulasi. Kalau soal hukum, ya kita lihat dulu. Mungkin ke depan bisa saja dan tidak menutup kemungkinan. Namun sekarang kan hukum panglimanya masih politik. Kalau sekarang kita lakukan upaya hukum, ada gunanya enggak? Gus Dur saja diperlakukan seperti ini, apalagi masyarakat biasa," simpulnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

    PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

    Nasional
    Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

    Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

    Nasional
    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Nasional
    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Nasional
    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Nasional
    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Nasional
    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

    Nasional
    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Nasional
    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    Nasional
    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Nasional
    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Nasional
    Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

    Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

    Nasional
    Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

    Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

    Nasional
    Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

    Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com