Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Mengarah Kleptokrasi

Kompas.com - 14/06/2011, 03:15 WIB

Jakarta, Kompas - Korupsi tak hanya terjadi di lembaga yudikatif, peradilan, tetapi juga ada di legislatif dan eksekutif. Kondisi ini diketahui pemerintah maupun rakyat. Namun, pemerintah tak berhasil mengatasinya. Bahkan, bangsa Indonesia mengarah menjadi negara kleptokrasi, yakni negara yang diperintah oleh para pencuri.

Demikian benang merah yang dapat ditarik dari pendapat advokat senior Adnan Buyung Nasution dan pengajar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Gun Gun Heryanto, secara terpisah di Jakarta, Senin (13/6). ”Indonesia semakin terperangkap dalam pusaran kleptokrasi,” kata Gun Gun lagi.

Menurut Adnan Buyung, dua tahun terakhir ini berbagai kasus korupsi semakin terungkap. Kasus korupsi tak hanya terjadi di lembaga peradilan, tetapi juga di lembaga eksekutif dan legislatif. ”Musuh besar kita kini adalah korupsi,” ungkap mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu. Ia berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak hanya memberikan pernyataan terkait pemberantasan korupsi, tetapi juga melakukan karya yang lebih nyata.

”Pemberantasan korupsi butuh kepemimpinan,” kata Adnan Buyung lagi. Ia juga menyarankan Presiden Yudhoyono mengubah kabinetnya, dan menunjuk seorang menteri koordinator bidang hukum dan hak asasi manusia, dan memilih figur yang bersih dan tegas untuk menjabatnya, yang akan memimpin pemberantasan korupsi dengan tegas. Selain itu, KPK harus tetap diperkuat, dan jangan diganggu.

Negara gagal

Gun Gun menjelaskan, kleptokrasi biasa diartikan sebagai negara yang diperintah oleh pencuri. Penguasa memakai uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri atau korupsi. Praktik korupsi dilakukan dengan menyelewengkan kewenangan untuk memengaruhi kebijakan.

Kondisi itu, lanjut Gun Gun, terjadi di Indonesia. Korupsi dilakukan lembaga pemegang kekuasaan negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Ketiga lembaga itu sering kali melakukan persekongkolan untuk menyelewengkan uang rakyat.

Kasus suap proyek pembangunan wisma atlet di Palembang, Sumatera Selatan, misalnya, adalah salah satu contoh persekongkolan antara politisi di DPR (legislatif) dan pejabat pemerintah (eksekutif). Adapun kasus suap yang melibatkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar adalah contoh kejahatan korupsi di lembaga peradilan (yudikatif).

”Contoh kejahatan lain juga sudah banyak terjadi. Ini menjadi bukti kuat bahwa kejahatan oleh mereka yang memiliki kekuasaan semakin merajalela,” ujarnya.

Gun Gun mengingatkan, kleptokrasi akan membuat pemerintahan rusak. Praktik koruptif oleh penguasa juga dapat mengganggu proses konsolidasi demokrasi. Jika terus dibiarkan, Indonesia bisa mengarah pada negara gagal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com