Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terorisme Subur, Jangan Salahkan UU

Kompas.com - 03/05/2011, 09:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Kontras Haris Azhar menyatakan, tumbuh suburnya jaringan terorisme di Indonesia bukan karena Undang-Undang Terorisme yang lemah mengatur secara detail kegiatan maupun indikasi terorisme yang harus diberantas polisi. Hal ini terjadi karena kepolisian bekerja tidak profesional untuk membasmi jaringan terorisme tersebut. 

"Kontras pernah melakukan pendataan dalam tiga bulan ketika polisi mencari Noordin M Top dan Dr Azahari. Polisi menangkap lebih dari 10 orang dan itu salah tangkap. Jadi, sebetulnya bukan karena undang-undangnya kuat atau tidak, tetapi apakah aparat hukumnya profesional apa enggak untuk membasmi terorisme," ungkap Haris Azhar di Jakarta, Senin (2/5/2011). 

Selain itu, ia menilai, ada mekanisme kerja yang tumpang tindih di Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Pasukan ini ditempatkan di setiap polda sebanyak 70 orang. Namun, di Maluku dan Papua, Densus justru bertugas mengamankan gerakan separatis, bukan terorisme. Menurut Haris, hal ini membuat kerja Densus tidak fokus.

"Ini ada penyalahgunaan fungsi dan kekuasaan. Ini yang harus dikoreksi. Bukan mengoreksi undang-undangnya untuk menguatkan peran menangkap dan sebagainya," ujar Haris. 

Seperti diketahui, Kepala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai pernah mengungkapkan, aturan hukum terorisme di Indonesia terlembek di dunia. Polisi tidak memiliki kewenangan melakukan pencegahan dini terorisme dalam bentuk penangkapan orang yang dianggap menyebarkan kebencian. 

Aturan Indonesia juga tidak mengatur soal kegiatan militer yang dilakukan oleh nonmiliter sebagai sebuah pidana. Di Malaysia dan Singapura, ia mencontohkan, menggunakan atribut militer saja warga sipil sudah bisa dikenai hukuman karena dianggap sebagai embrio kekerasan.

Profiling

Senada dengan Haris, Direktur Eksekutif Institute for Defence, Security, and Peace Studies (IDSPS) Mufti Makaarim berpendapat, undang-undang bukan masalah yang menghambat kerja polisi. Kepolisian, menurut dia, harus jeli melakukan pendataan identitas (profiling) terhadap orang-orang yang berpotensi melakukan teror.

"Pertanyaannya adalah profiling yang selama ini disiapkan polisi terhadap mereka seberapa valid? Misalnya, ada beberapa dari mereka yang terlibat aktivitas teror itu adalah orang yang pernah ditahan, diputuskan hukuman, tetapi kemudian bebas lagi. Nah, pertanyaannya, ketika mereka diputus bebas, mereka adalah orang yang punya kemampuan sampai di tingkat mana sehingga perlu diwaspadai," ujar Mufti.

Menurut Mufti, aparat penegak hukum jangan sampai lepas kontrol begitu saja terhadap orang-orang yang pernah ditangkap karena diduga teroris. Pengawasan terhadap orang-orang tersebut tetap penting untuk mencegah mereka bermutasi menjadi teroris. 

"Pasca-penahanan ataupun penangkapan dan dibebaskan itu tidak ada lagi koordinasi untuk mengawasi perkembangan orang ini, apakah dia berubah menjadi semakin radikal atau menjadi lebih baik? Bukan hanya polisi, tetapi koordinasi semua level di negara ini tidak berjalan baik sehingga sirkulasi berjalannya teror bisa muncul terus-menerus," ungkapnya. 

Mufti menyatakan, pemerintah perlu melakukan deradikalisasi, terutama kepada orang-orang yang sudah pernah ditangkap dan kemudian bebas. Hal ini dilakukan dengan mengawasi aktivitas mereka, tanpa harus membuat mereka merasa diintimidasi, dan tetap memberikan bimbingan keagamaan secara netral untuk memberantas pemikiran radikalisme. 

"Mereka terus tumbuh, bukan karena balas dendam atas teman mereka yang tewas atau ditangkap, tetapi karena ideologi mereka mengenai jihad terus berkembang. Jadi, deradikalisasi harus didorong. Kita curiga kecolongannya di sana sehingga orang yang keluar penjara itu bergabung lagi dengan sindikatnya. Itu yang membuat terorisme terus ada," tutur Mufti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

    Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

    Nasional
    Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

    Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

    Nasional
    Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

    Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

    Nasional
    Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

    Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

    Nasional
    KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

    KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

    Nasional
    Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

    Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

    Nasional
    Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

    Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

    Nasional
    Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

    Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

    Nasional
    Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

    Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

    Nasional
    Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

    Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

    Nasional
    Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

    Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

    Nasional
    Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

    Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

    Nasional
    Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

    Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

    Nasional
    Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

    Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

    Nasional
    Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

    Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com