Jakarta, Kompas -
Demikian dikatakan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan saat menjadi pembicara dalam seminar Pers sebagai Pilar Ke-4 Demokrasi, Selasa (12/4) di Jakarta. Pembicara lainnya adalah Ketua Fraksi Partai Demokrat Jafar Hafsyah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Azis Syamsuddin, dan Ketua Fraksi PDI-P Tjahjo Kumolo.
Menurut Anis, kebebasan pers bukanlah diukur dari berapa banyak surat kabar dan perusahaan media yang ada di suatu negara. Kebebasan pers diukur dari hal-hal yang substansial seperti ada tidaknya kekerasan terhadap wartawan, intervensi pemerintah, kepentingan pemilik perusahaan media, perlindungan hukum terhadap pers, serta pers yang obyektif dan bertanggung jawab.
Kenyataannya, kata Anis, setiap tahun selalu ada wartawan yang tewas akibat kekerasan terhadap pers. Intervensi pemerintah juga masih terjadi. Anis mencontohkan bagaimana Sekretaris Kabinet Dipo Alam beberapa waktu lalu pernah berencana memboikot media yang kritis terhadap pemerintah. ”Itu jelas sangat mengganggu proses kemerdekaan pers,” ujarnya.
Karena kebebasan pers
Peran optimal pers, kata Anis, sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, terutama sebagai media bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara.
Pers juga sangat diharapkan mengawal dan mengawasi
Namun, Anis juga mengingatkan, pers jangan elitis, dalam arti terlalu fokus memberitakan elite kekuasaan di Jakarta.
”Pilar demokrasi kita ada di daerah. Oleh karena itu, pers seharusnya juga meningkatkan perhatiannya pada daerah,” katanya.
Akibat mengabaikan daerah, kata Anies, perilaku pejabat daerah sering kali tidak terawasi oleh pers.