Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sofjan Semakin Lantang

Kompas.com - 06/03/2011, 03:44 WIB

 Stefanus Osa Triyatna dan Hamzirwan

”Pohon ini, kalau berbunga, indah sekali. Seperti bunga sakura di Jepang. Bunganya merah dan putih, indah,” ujar Sofjan Wanandi (70) sambil menunjukkan pohon bungur tua setinggi hampir 20 meter yang rindang di halaman rumahnya yang asri di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (2/3) malam.

Sepanjang hari itu agendanya padat sekali, mulai dari menjalankan tugas sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) periode kedua sampai memenuhi permintaan wawancara media massa soal kondisi perekonomian terkini. 

Namun, suami Riantini Wanandi yang dinikahi tahun 1968 dan telah memberinya Lestarto Wanandi, A Lukito Wanandi, dan P Witarsa Wanandi ini tak tampak lelah. Dia tetap berbicara berapi-api seperti biasa, terutama soal sikap pemerintah yang dinilainya terlalu banyak berwacana dan lamban bertindak. 

Sofjan selalu lantang mengkritik ketidakadilan. Hal yang sudah dilakoni Sofjan sejak menjadi Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) Jakarta Raya, yang turut memotori aksi massa menyuarakan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) tahun 1966 di Jakarta.

Tak pelak, dia pernah merasakan dinginnya sel penjara pada era Orde Lama serta sempat diperiksa tentara dan polisi dengan segala perang urat saraf atas tuduhan membiayai Partai Rakyat Demokratik (PRD) saat ada bom rakitan meledak di sebuah kamar di lantai lima rumah susun Tanah Tinggi, Johar, Jakarta Pusat, akhir Januari 1998.

Namun, kepedihannya terdalam justru saat ditetapkan sebagai buronan dengan tuduhan yang berubah-ubah pada masa Presiden BJ Habibie. Dia sempat hidup setahun di Amerika Serikat antara tahun 1998 dan 1999 sambil memulihkan kesehatan pascaoperasi di Mayo Clinic, Rochester, Minnesota, Amerika Serikat. Sejumlah teman menawarinya kewarganegaraan AS dan ada teman yang siap memberikan ”jalan tol” agar Sofjan bisa secepatnya menjadi warga AS. Namun, kecintaannya terhadap Tanah Air meneguhkan hati Sofjan untuk menolaknya.

”Tujuan (kritik) saya itu sama sekali bukan ingin menjatuhkan pemerintah. Saya selalu mempunyai keinginan, karena saya merasa ini pemerintah saya juga, untuk memperlihatkan dia (pemerintah) the other side of the coin. Kalau pemerintah bilang (programnya) baik, saya kasih lihat sesuatu yang tidak baik itu untuk diperbaiki oleh pemerintah di dalam kebijakan-kebijakannya. Kalau yang sudah baik, untuk apa kita puji-puji lagi karena dia (pemerintah) itu memang dibayar untuk membuat (program) yang baik, kan?” ujarnya dengan sorot matanya yang tajam.

Berikut petikan wawancara Kompas dengannya:

Apa yang mendorong Anda terus menyuarakan kegundahan- kegundahan?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com