JAKARTA, KOMPAS.com - The Indonesian Human Right Monitor, Imparsial menilai Kepolisian RI salah kaprah dalam pembentukan Detasemen Penanggulangan Anarki yang dilandasi setelah terjadi peristiwa kekerasan dengan simbol agama di Cikeusik dan Temanggung.
Pembentukan ini disampaikan Kapolri, Timur Pradopo pada 1 Maret lalu. Ia menyatakan Detasemen Anti Anarki merupakan jawaban untuk menyelesaikan kasus Cikeusik dan Temanggung. Hal ini dinilai keliru karena Kapolri, Timur Pradopo bukan meyelesaikan persoalan substansial dalam peristiwa kekerasan itu tapi justru membentuk detasemen ini.
Masalah substansial yang dimaksud adalah mengenai pandangan yang salah baik dari kepolisian, masyarakat bahkan lembaga negara yang selama ini melakukan tindakan pembiaran terhadap kekerasan ormas garis keras pada umat Ahmadiyah. "Kapolri salah kaprah.
"Pembentukan detasemen itu, dipertanyakan karena menurut kami tidak cukup kuat memiliki landasan berpikirnya. Sebenarnya kan masalah kekerasan di Cikeusik dan Temanggung terjadi bukan karena tidak ada detasemen itu, tapi karena masih ada paradigma yang salah bahwa Ahmadiyah khususnya harus dibubarkan. Pandangan yang salah ini bukan hanya dari masyarakat, tapi juga lembaga negara termasuk dari kepolisian, inilah yang menyebabkan terjadi kekerasan," ungkap Direktur Program Imparsial, Al Araf di kantor Imparsial, Kamis (3/3/11).
Menurut Araf, seharusnya Kepolisian RI, mengkoreksi bahwa peristiwa itu juga terjadi karena kelemahan fungsi intelejen untuk mendeteksi jumlah kekuatan massa yang akan melakukan penyerangan. Selain itu harus dilihat lagi keterbatasan perlengkapan khusus untuk penanggulangan aksi massa yang terjadi saat di Cikeusik dan Temanggung.
"Kepolisian harusnya bisa memperkuat peralatan agar bisa sampai pada level di Polsek sehingga dengan kelengkapan itu dapat menanggulangi aksi massa. Perlatan seperti watercanon dan lainnya. Detasemen anti anarkis itu sebenarnya tidak perlu. Hanya perlu perbaikan di internal kepolisian, agar lebih maksimal saat mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa kekerasan seperti itu," imbuh Araf.
Fungsi preventif Kepolisian, lanjut Araf juga penting melalui penguatan fungsi kapasitas intelejen di lapangan. Apalagi menurut informasi yang beredar, sebelum peristiwa Cikeusik kepolisian sudah mengetahui akan ada penyerangan, harusnya tindakan preventif sudah dilakukan sebelum kejadian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.