JAKARTA, KOMPAS.com — Undang-Undang Partai Politik boleh saja berganti setiap musim pemilihan umum. Syarat pendirian parpol pun dipandang semakin sulit. Namun, kontribusi parpol sebagai salah satu pilar demokrasi di Indonesia terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa masih jauh panggang dari api. Partai politik dinilai masih gagal menyejahterakan rakyat.
Pengamat politik Syamsuddin Haris mengatakan, partai politik (parpol) yang telah berada di bumi Nusantara sejak puluhan tahun silam masih dililit persoalan klasik dan tak kunjung tuntas. Pertama, parpol dianggap masih memiliki problem ideologi, visi, dan haluan politik.
"Ideologi bukan hanya tidak jelas dan tidak dirumuskan secara spesifik, tetapi juga sekadar dokumen tertulis untuk memenuhi persyaratan undang-undang," kata Syamsuddin pada Sarasehan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Media Massa, LSM, dan Ormas bertajuk "KPU Menyongsong Pemilu 2014" di Jakarta, Senin (28/1/2011).
Sebagian besar parpol juga dinilai tidak memiliki basis sosial yang jelas dan spesifik. Tak hanya itu, dari sisi komitmen, parpol dipandang hanya bekerja menjelang pemilu dan "tidur panjang" di antara dua pemilu sehingga tak terbangun format relasi yang melembaga dengan konstituen. Ada pula problem institusionalisasi dan representasi.
"Parpol belum berfungsi sebagai 'jembatan' kepentingan rakyat dan pemerintah. Selain itu, suara keras dan 'vokal' parpol juga belum tentu merupakan suara dan aspirasi rakyat," katanya.
Kepemimpinan pun menjadi persoalan klasik lainnya. "Kepemimpinan personal lebih melembaga ketimbang kepemimpinan institusional. Dalam hal kaderisasi, sebagian besar parpol tidak memiliki sistem yang jelas sehingga sumber rekrutmen politik cenderung bersifat oligarki," katanya.
Problem relasi dengan konstituen pun dipandang masih saja terjadi. "Karena lemahnya komitmen ideologis, kepentingan (interest) belum menjadi dasar relasi antara parpol dan konstituen sehingga elite parpol cenderung mengingkari konstituen dengan cara transaksional, yakni membeli dukungan dan memanipulasi sentimen kultural, terutama agama, untuk memobilisasi dukungan," katanya.
Tak hanya itu, problem moralitas pun masih melilit parpol. Pada masa lalu parpol merupakan wadah untuk mengabdi kepada bangsa, tetapi saat ini parpol dipandang menjadi sarana untuk mengambil kepentingan tertentu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.