Jakarta, Kompas
Kemajuan tersebut di antaranya penanganan perkara kasus Gayus oleh Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
tindakan disiplin dan administratif kepada aparat yang terlibat, serta pembenahan sistem kerja dan aturan yang memungkinkan mencegah praktik mafia hukum.
Hal itu dikatakan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto dalam keterangan pers bersama Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai di Kantor Satgas di Jakarta, Rabu (16/2). Hadir pula anggota Satgas Mas Ahmad Santoso dan Herman Effendi.
”Tidak benar jika disebutkan tidak ada kemajuan. Dibanding sebelum ada Inpres No 1 Tahun 2011 itu, setidaknya 10 hari lalu, kemajuan pesat itu justru belum ada seperti sekarang. Coba lihat data yang dibuka Menteri Keuangan terhadap mereka yang terlibat dan juga data perusahaan pajak,” kata Kuntoro.
Kuntoro menyebutkan penelusuran dana dan aset milik Gayus oleh PPATK dengan mitra kerja PPATK di luar negeri. ”Jumlahnya saya kira jauh lebih besar dari yang diperkirakan,” kata Kuntoro saat pers menyebutkan angka Rp 74 miliar.
Mas Ahmad Santoso menambahkan, salah satu kemajuan adalah dibukanya akses 151 dokumen perusahaan wajib pajak yang pernah ditangani Gayus. ”Akses data wajib pajak sudah dibuka oleh Kementerian Keuangan, khususnya Ditjen Pajak. Mereka sedang bekerja ke arah pengungkapan setuntas-tuntasnya,” katanya.
Abdul Haris Semendawai menyatakan, Satgas dan LPSK sepakat akan merumuskan remisi dan wacana pembebasan bersyarat dari tuntutan hukum bagi pengungkap kasus yang juga pelaku (participant whistle blower) yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Terkait Gayus, LPSK hanya akan memberi perlindungan untuk peran whistle blower dalam kasus 151 perusahaan wajib pajak.