Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Pers Perlu Dikaji Kembali

Kompas.com - 10/02/2011, 06:47 WIB

PALU, KOMPAS.com--Wartawan senior Sulawesi Tengah, Tasrief Siara, mengatakan, sejarah perjuangan pers nasional sebaiknya dikaji kembali sebab masih ada perbedaan persepsi terhadap Hari Pers Nasional (HPN) setiap 9 Februari di antara wartawan dan sejarawan.

"Dari sana baru bisa kita menentukan titik lahir HPN, agar kita punya paradigma bersama tentang HPN," kata mantan Koresponden KBR 68H Jakarta di Palu itu, Rabu.

Ia mengatakan, selama ini HPN lebih pada memperingati hari jadi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) bukan hari pers Indonesia, karena terbukti yang terlibat dan dilibatkan setiap HPN hanya orang-orang PWI saja.

"Saya tidak pernah melihat teman-teman dari AJI ataupun Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yang dilibatkan di sini, padahal AJI lebih dominan melakukan proteksi dan advokasi terhadap setiap tindak kekerasan wartawan maupun pelatihan-pelatihan jurnalistik untuk meningkatkan kapasitas jurnalistik," kata Tasrief.

"HPN itu masih paradigma lama. Siapakah pelaksananya hari pers itu, coba lihat, semua ketua PWI diundang ke acara itu, kenapa AJI atau IJTI tidak diundang," tambah Tasrif.

Dia mengatakan HPN mestinya dijadikan forum rekonsiliasi antar lembaga-lembaga pers di Indonesia, sehingga tidak ada lagi Hari Pers Internasional pada setiap bulan Mei.

Sementara itu, Mantan Ketua AJI Palu periode 2003-2005, Jafar G Bua, mengatakan, HPN yang ditetapkan setiap tanggal 9 Februari tidak bisa dijadikan rujukan menjadi hari pers nasional karena tanggal tersebut merupakan hari jadi PWI.

"Meski banyak yang menanyakan keabsahannya, namun sejak 1985 hingga kini peringatannya tetap dilaksanakan juga. Para pejabat mulai dari presiden hingga bupati, juga pejabat lain hadir dalam acara yang gemerlap itu," kata Jafar.

Jafar mengatakan, pemerintah dan kalangan wartawan pada tahun 1985 menetapkan hari pers nasional bersamaan dengan lahirnya PWI 9 Februari 1946 di Solo, Jawa Tengah. Ketika itu kata dia, hanya PWI satu-satunya organisasi wartawan yang mendapat pengakuan dari pemerintah.

Jafar mengatakan penetapan HPN tersebut membuat beberapa pihak merasa terusik, seperti budayawan Taufik Rahzen, masalahnya kata wartawan Trans TV itu, pers Indonesia sudah lahir jauh sebelum Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan negeri Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com