Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas PA: Diculik, Diaborsi, Dibuang

Kompas.com - 21/12/2010, 10:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ditemukannya kasus penculikan anak dan bayi secara beruntun di sejumlah wilayah di Indonesia memunculkan dugaan adanya sindikat besar terselubung. Selain motif perdagangan, anak juga mengalami kerawanan aborsi dan dibuang pada saat baru dilahirkan.

Hal itu dikemukakan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait saat memberikan Catatan Akhir Tahun 2010, di Jakarta, Selasa (21/12/2010).

Berdasarkan sejumlah riset dan penelusuran Komnas PA, rata-rata anak dan bayi yang diculik itu dijual untuk adopsi ilegal, baik di dalam maupun di luar negeri. "Para pelaku penculikan umumnya mendapat upah Rp 5juta-Rp10 juta. Mereka beri uang sebesar itu untuk ganti biaya persalinan dan perawatan saja," ujar Arist.

Pertengahan tahun 2010 muncul keresahan masyarakat soal penculikan anak dengan motif penjualan organ tubuh. Kegalauan itu mulai diketahui dari Jawa Tengah, lalu menjalar ke kota-kota pinggiran Jakarta.

Akibat keresahan itu, di Tangeramg ada dua orang dibakar hidup-hidup karena dicurigai masyarakat sebagai penculik. Sementara dua orang di Bogor dan seorang lainnya di Bekasi juga mengalami hal serupa.

Anak dan bayi juga terancam kehilangan hak asasinya, yakni hak untuk hidup atau jadi korban aborsi. Jika tidak dijual atau diaborsi, bayi bisa saja dibuang setelah sempat menghirup udara segar di dunia selama beberapa jam.

Sepanjang 2009-2010 Komnas PA memantau 824 kasus pembuangan bayi. Sekitar 68 persen di antaranya, bayi-bayi itu ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di tempat-tempat yang beragam. Sebut saja, di bak sampah, halaman rumah warga, sungai, got, rumah ibadah, terminal, halte bus, stasiun dan tempat pemakaman umum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com