Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesultanan Lain Bisa Cemburui Yogyakarta

Kompas.com - 05/12/2010, 16:41 WIB

MEDAN, KOMPAS.com — Pengamat politik dari IAIN Sumatera Utara, Ansari Yamamah, mengatakan, polemik keistimewaan Yogyakarta harus dikaji mendalam, khususnya dari aspek ketatanegaraan agar tidak terus-terusan menjadi komoditas politik.

Alumni Universitas Leiden, Belanda, itu menyebutkan, aspek hukum tata negara tentang unsur keistimewaan Yogyakarta dan hak-hak yang termaktub dalam keistimewaan tersebut perlu diperjelas.

"Apakah istimewa dalam hal pengaturan budaya atau politik ketatanegaraan dan pemerintahan," katanya, Minggu (5/12/2010).

Ia menilai, ke depan harus ada kejelasan aturan soal pengisian jabatan Gubernur Yogyakarta, baik secara otomatis maupun melalui proses demokrasi. Ketentuan itu harus dibahas dari aspek hukum tata negara yang menurut ketentuan umum hanya diperbolehkan dua periode.

"Jabatan Sultan diemban hingga akhir hayat. Lalu, bagaimana dengan jabatan gubernurnya?" ujarnya.

Menurut dia, jika keistimewaan Yogyakarta terkait kebolehan melanggar aturan umum seperti masa jabatan gubernur yang hanya dua kali, maka perlu dikaji juga kemungkinan munculnya kecemburuan bagi daerah lain yang mungkin memiliki sistem kesultanan atau kerajaan.

Ia mengingatkan, perlu juga pembahasan secara hukum ketatanegaraan terhadap wacana referendum yang mungkin saja hasilnya akan bertentangan dengan peraturan atau nilai demokrasi. "Apakah suara terbanyak harus diikuti meski bertentangan dengan peraturan?" katanya.

Untuk itu, kata Ansari, semua pihak diharapkan mengkaji permasalahan tersebut dari semua aspek, bukan semata dari sisi politik, dan mengutamakan unsur penyelesaian masalah.

Fenomena yang berkembang saat ini, katanya, permasalahan itu selalu dikaji dari aspek politik sehingga tercipta opini bahwa Presiden Yudhoyono bersikap salah dalam hal tersebut. "Akhirnya, kesan yang timbul, apa yang dilakukan Presiden Yudhoyono semuanya salah," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com