Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sultan Tetap Nomor Satu, tapi...

Kompas.com - 03/12/2010, 20:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Kementerian Dalam Negeri mengatakan, draf RUU Keistimewaan Yogyakarta yang diajukan pemerintah tetap menempatkan Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi orang nomor satu di DI Yogyakarta. Namun, urusan pemerintahan sehari-hari akan dikerjakan oleh gubernur yang nantinya akan dipilih melalui pemilihan kepala daerah setempat.

"Kewenangannya menjadi terbatas. Urusan pemerintah sehari-hari dijalankan oleh kepala pemerintah daerah," kata Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jumat (3/12/2010).

Sri Sultan dan Adipati Paku Alam akan menempati posisi sebagai parardhya. Posisi ini lebih tinggi daripada gubernur terpilih. Sebagai parardhya, Sultan juga berhak melantik gubernur yang terpilih. Oleh karena itu, Djohermansyah menegaskan, pemerintah tetap memberikan keistimewaan kepada Yogyakarta.

Dengan konsep ini, Sultan masih memiliki keistimewaan khusus dalam tata kelola kebudayaan, pertanahan dan pendidikan, misalnya. Namun, hal itu tetap di luar urusan pemerintahan sehari-hari.

"Dia simbol kekuasaan khusus di bidang pertanahan, di bidang kebudayaan. Itu Sultan yang mengendalikan. Soal pelayanan masyarakat, kesehatan, pendidikan, otonomi ya dipegang oleh kepala daerah sehari-hari," katanya.

Djohermansyah membantah akan terjadi tumpang tindih antara kewenangan Sultan dan gubernur terpilih nantinya. Karena itu, clear-cut antara Sultan dan gubernur terpilih akan diatur dalam draf RUU ini.

Soal hak veto Sultan, Djohermansyah masih enggan berkomentar. Menurutnya, hal itu juga masih dalam pokok pembahasan pemerintah. Meski ditentukan sebagai parardhya, Djohermansyah mengatakan, Sultan masih memiliki kesempatan untuk maju menjadi calon gubernur terpilih.

Hanya, mekanismenya tetap melalui pemilihan kepala daerah setempat. Dalam pembahasan di tingkat eksekutif, lanjutnya, pemerintah juga memikirkan agar Sultan bisa maju sebagai calon tanpa kendaraan politik, layaknya calon independen.

"Kalau dia mau, boleh tidak dari parpol. Itu sedang kami susun. Itu sedang dikerjain. Senin akan kami finalisasi lagi," tambahnya.

Mantan Ketua Pansus RUU Pemerintahan Daerah Agun Gunanjar mengatakan, pemerintah harus memerhatikan berbagai aspek untuk merumuskan RUU ini, baik dari segi konstitusi maupun dari segi catatan sejarah Yogya.

Menurutnya, pemerintah harus tetap menghormati daerah yang bersifat istimewa, seperti diamanatkan dalam Pasal 18 UUD 1945. "Menurut saya, di daerah yang istimewa, kalau bicara soal kedaulatan, maka yang berlaku kedaulatan kesultanan. Tidak bisa jika keputusan apa pun untuk di Yogya diputuskan oleh presiden saja," katanya.

Walau demikian, politisi Golkar ini tetap meminta publik bersabar untuk melihat draf akhir RUU yang akan diajukan pemerintah ke Komisi II DPR RI. Proses juga masih akan berlanjut dalam pembahasan di DPR. Oleh karena itu, setiap anggota dewan juga harus mempertimbangkannya dengan matang dan memerhatikan aspirasi daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

    Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

    Nasional
    Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

    Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

    Nasional
    e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

    e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

    Nasional
    Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

    Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

    Nasional
    MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

    MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

    Nasional
    Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

    Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

    Nasional
    4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

    4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

    Nasional
    Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

    Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

    Nasional
    Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

    Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

    Nasional
    Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

    Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

    Nasional
    Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

    Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

    Nasional
    Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

    Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

    Nasional
    Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

    Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

    Nasional
    Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com