KOMPAS.com — Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai monarki terkait dengan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta membuat berang banyak pihak. Isunya menggelinding ke ranah politis. Bahkan, ada yang berspekulasi ini skenario untuk menggusur Sultan dan menguasai Yogyakarta.
Spekulasi bertambah liar saat menengok dinamika di parlemen. Hanya Fraksi Partai Demokrat yang belum tegas menyatakan sikap soal perdebatan tentang apakah gubernur Yogyakarta ditetapkan atau dipilih. Memang fraksi-fraksi di DPR masih belum memiliki sikap resmi karena draf RUU ini saja belum sampai ke tangan Dewan. Namun, mayoritas anggota fraksi di DPR menolak perubahan tata cara penetapan Sultan sebagai Gubernur DIY.
Mengatasnamakan Golkar, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso mendukung keistimewaan Yogyakarta yang ditunjukkan melalui penetapan langsung Sultan sebagai kepala daerah dan kepala pemerintahan. Pemerintah tidak boleh serta-merta memenggal sejarah yang sudah dibangun oleh Proklamator RI, Soekarno, dan Sultan Hamengku Buwono IX. Golkar mengaku masih berkeinginan melanjutkan model kepemimpinan Sultan dan Adipati Paku Alam.
"Selama Sultan HB X dan Paku Alam masih sehat, ditetapkan saja. Itu tidak ada hubungannya dengan sistem kerajaan," tuturnya.
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Menurutnya, keistimewaan Yogyakarta tidak boleh digugat oleh siapa pun karena secara historis berkaitan erat dengan berdirinya Republik Indonesia. Kesepakatan antara Proklamator RI dan Sultan HB IX merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan.
Setali tiga uang dengan Golkar dan PDI-P, PKS pun mendukung penuh tata cara penetapan langsung Sultan sebagai Gubernur DI Yogyakarta ke depannya. "Kami dari awal pro-penetapan. Itu hak sejarah dari Yogyakarta. Tidak ada diskriminasi," katanya.
Hanya anggota Fraksi Demokrat yang belum jelas sikapnya. Sebagian masih enggan berkomentar, sebagian lagi masih malu-malu untuk mendukung pencabutan tata cara pemilihan gubernur di provinsi yang baru saja mengalami bencana alam ini. Dalam pembahasan tahun lalu, penolakan Demokrat memang membuat pengesahan RUU ini kembali tertunda.
Politikus Demokrat, Taufik Effendi, membantah partainya memaksakan pemilihan langsung gubernur DIY. Mantan Menteri PAN ini mengatakan, RUU masih dalam pembahasan di tingkat eksekutif. Oleh karena itu, semua pihak harus menahan diri untuk berkomentar.
"Demokrat sangat menghargai keistimewaan DIY. Kami mendukung kok, kami menghormati setinggi-tingginya," ujarnya.
Namun, Taufik menegaskan, fraksinya baru akan menyatakan sikap setelah menerima draf RUU dari pemerintah. Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie menolak berkomentar banyak. Marzuki menyerahkan hasilnya kepada pembahasan yang nanti akan berlangsung di Komisi II. Politikus Demokrat ini juga mendorong penyelesaian dilakukan dengan kepala dingin dan tanpa upaya politisasi yang mengarah kepada perpecahan bangsa.