JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, atau Cak Imin, membenarkan adanya TKI yang bernama Kikim Komalasari. "Kikim diberangkatkan oleh PJTKI bernama PT Bantal Perkasa Sejahtera dan Asuransi Daman Samil. Kikim berangkat sejak 15 Juni 2009, rumahnya di Cianjur. Data ini sudah kami cek ke PT PJTKI dan ke pihak asuransi, memang ada," ujar Cak Imin di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (19/11/2010).
Saat ini, Pemerintah Indonesia masih menelusuri kebenaran bahwa Kikim meninggal akibat penganiayaan di Arab Saudi. "Hari ini konsulat jenderal kita di Jeddah melakukan pengecekan di kota yang disebut Adha, sekitar 600 km dari Jeddah. Laporan yang masuk, (Kikim) meninggal karena kekerasan penyiksaan, tapi kita tidak bisa memastikan. Saya baru bisa pastikan dua jam mendatang," katanya.
Seperti diwartakan, anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka berang atas penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya TKW asal Cianjur, Jawa Barat, Kikim Komalasari, di Arab Saudi.
Rieke, atau yang lebih dikenal sebagai Oneng dalam serial komedi Bajaj Bajuri, menuturkan bahwa Kikim meninggal tiga hari yang lalu. Mayatnya ditemukan di dalam tong sampah. "Katanya sudah diotopsi tiga hari yang lalu," ujar Rieke di Jakarta, Jumat.
Dengan nada kesal, Rieke menjelaskan bahwa ada keanehan dengan Mennakertrans yang tidak mau melakukan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi. "Pemerintah hanya menjadikan TKI sebagai komoditas, bukan sebagai orang," katanya.
Tidak berpihaknya kebijakan Pemerintah terhadap perlindungan TKI, menurut Rieke, menjadi penyebab terjadinya kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya TKI di Arab Saudi. Tercatat selama tahun 2009, 1.107 TKI meninggal akibat kekerasan.
Menurut Rieke, Pemerintah hanya melihat keuntungan dengan pengiriman TKI ke luar negeri sebagai pencipta devisa yang tinggi dalam Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun, uang yang dihasilkan TKI tidak kembali kepada para pahlawan devisa tersebut. "Seharusnya training tidak diberikan oleh swasta (PJTKI), tetapi itu harus ditanggung negara dan memiliki akreditasi, kemudian baru mereka yang dianggap layak baru bisa berangkat," paparnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.