Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 11/10/2010, 03:09 WIB

Implikasi Perubahan Cuaca

Jumlah korban banjir Wasior, Papua Barat, terus bertambah. Sejauh ini tercatat 124 korban tewas, 123 orang hilang, 181 luka berat, dan 2.600 luka ringan.

Dari televisi kita saksikan ganasnya banjir, hilir mudiknya pengungsi, hadirnya batang pohon yang terbawa arus. Luar biasa bencana alam itu, sampai-sampai secara cepat mengundang pernyataan simpati Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton. Serentak ditunjukkan lagi betapa pada zaman multimedia ini musibah di belahan dunia mana pun serentak menjadi peristiwa dunia.

Bukan saja perhatian, pertolongan dan bantuan pun serentak menyusul. Segera terhimpun perhatian dari ahli yang memberikan interpretasi munculnya banjir. Banjir melulu dari curah hujan atau banjir yang dibuat lebih parah oleh ulah manusia mengolah lingkungan.

Peranan cuaca dan perubahannya jelas. Jelas pula dahsyatnya akibat banjir yang disebabkan perubahan cuaca. Bencana itu mengundang perhatian untuk mendalami perubahan tersebut. Sungguh tepat lagi aktual peringatan ahli dan lembaga pemerintah perihal hadirnya perubahan iklim yang baru dan serentak.

Kita tidak lagi hidup dalam dua cuaca, musim hujan dan musim kemarau. Pergantian musim yang menyimpang dari pola selama ini sekurang-kurangnya belum juga dapat dipastikan waktunya. Diperlukan waktu untuk mengamati, menyelami lebih jauh, serta mengambil kesimpulan yang lebih pasti. Kita dihadapkan pada pola baru yang belum menentu perihal hubungan kita dengan alam. Kita tegaskan lagi mutlaknya sumbangan ahli, pengalaman bangsa lain, serta kebijakan pemerintah.

Kita ingat ungkapan yang menegaskan hidup itu adalah challenge and response, tantangan dan jawaban. Sejauh ini sudah kita saksikan sikap hidup bangsa-bangsa dalam negara yang berempat musim dan dua musim. Masuk akal jika hidup dalam empat musim memerlukan kecekatan dan kecepatan dibandingkan hidup dalam dua musim. Kita, Indonesia, dan bangsa sekawasan kini hidup dalam perubahan. Perubahan belum selesai dan berpola tetap, tetapi perubahan harus kita cermati. Perubahan itu sudah harus merupakan tantangan, bagaimana kita menyikapinya.

Tidaklah mungkin kiranya kita, misalnya, bersikap acuh dan pasif. Ada tantangan baru, maka harus pula ada jawaban baru. Jawaban baru itu marilah kita siapkan, kita pelajari, dan kita terapkan. Dari pendidikan di sekolah dasar sampai universitas, sikap baru yang dituntut perubahan cuaca wajib diperkenalkan sekaligus, misalnya dalam mata pelajaran mengenal tanah air, mengenal perubahan cuaca, memahami implikasinya, serta sikap baru yang diperlukan.

Sikap yang bisa menimbulkan salah paham seperti ”pelan-pelan yang penting selamat” (alon-alon waton kelakon) barangkali perlu diubah menjadi sikap cekatan. Dari perubahan alam seperti yang di antaranya berlangsung dalam perubahan cuaca, kita harus mengambil pelajaran dan melakukan perubahan sikap.

Pesan Nobel Perdamaian

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com