JAKARTA, KOMPAS.com — Perundingan Kinabalu telah menelurkan sejumlah kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia. Namun, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai tak ada kemajuan berarti yang diperoleh melalui perundingan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Malaysia Dato' Sri Anifah bin Haji Aman itu.
"Kami menilai pertemuan Kinabalu tidak lebih maju dari lima belas pertemuan sebelumnya," ungkap Sekretaris Jenderal Kiara Riza Damanik kepada Kompas.com, Selasa (7/9/2010).
Hasil perundingan itu dinilai justru semakin menegaskan lemahnya posisi Indonesia. Argumennya, lanjut Riza, mengacu pada pernyataan Dato' Sri Anifah yang menyebutkan bahwa insiden penangkapan tiga pegawai dinas kelautan dan perikanan di Tanjung Berakit sudah sesuai dengan stadar operasional prosedur mereka.
Tak ada sanggahan sama sekali dari pihak Indonesia. "Maka, pernyataan itu memiliki bobot kuat untuk menunjukkan bahwa kita mengakui posisi wilayah bersengketa adalah perairan Malaysia," katanya.
Sebelumnya, Kiara menyampaikan tiga parameter keberhasilan perundingan Kinabalu. Parameter pertama, Menlu pulang bersama dengan nelayan-nelayan Indonesia yang ditahan di penjara Malaysia.
Kedua, Pemerintah Indonesia dan Malaysia menggunakan rujukan hukum bersama, yaitu Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS 82 sehingga nantinya Malaysia tidak menggunakan peta yang dibuatnya sendiri.
Parameter terakhir adalah adanya perjanjian bilateral Indonesia dan Malaysia terkait perairan tradisional di perbatasan, seperti yang disyaratkan dalam UNCLOS 82. Menurut Kiara, tak satu pun hasil Kinabalu memenuhi parameter ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.