Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlunya Mekanisme Koreksi dalam RUU Intelijen Negara

Kompas.com - 12/08/2010, 17:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Draf RUU Intelijen Negara dinilai masih belum menyertakan mekanisme koreksi. Padahal, menurut Perwakilan Kontras, Puri Kencana Putri, mekanisme koreksi ini penting untuk mengungkapkan segala bentuk praktik penyimpangan yang dilakukan intel.

"Yang belum tersentuh (RUU Intelijen Negara) adalah mekanisme koreksi. Mekanisme ini untuk mengungkap bentuk praktik penyimpangan yang bisa dilakukan aparat intel," ujarnya dalam diskusi "Mengurai Benang Kusut Regulasi Bidang Pertahanan dan Keamanan", Kamis (12/8/2010) di Hotel Santika, Jakarta.

Hal ini dilatarbelakangi keyakinan bahwa setiap operasi yang dilakukan intel berpeluang adanya hak asasi manusia (HAM) yang tercerabut sehingga elemen-elemen mekanisme koreksi dalam upaya pengungkapan kebenaran adalah hal yang wajib dimasukkan ke dalam satu tubuh RUU.

Selain itu, Puri menyoroti hukuman para pelaku yang bersalah atau telah melanggar aturan dalam operasi intelijen juga masih belum dijelaskan dalam RUU tersebut. Sementara apabila sudah ditetapkan ada kegiatan intelijen yang menghilangkan HAM, maka perlu suatu metode reparasi.

"Kalau ada HAM yang hilang, perlu ada metode reparasi, misalnya dengan restitusi, rehabilitasi, kepuasan korban, dan jaminan tidak akan dilakukan lagi perbuatan intel tersebut," ujarnya.

Namun, menurut Puri, mekanisme reparasi pada korban pelanggaran HAM yang dilakukan intel pun masih terbilang rentan. Hal ini karena sejumlah kasus pelanggaran HAM seperti yang terjadi pada Kasus Tanjung Priok juga tidak menjamin hak rehabilitasi, restitusi, dan jaminan tidak dilakukannya lagi juga ditegakkan.

Puri menjelaskan, kalau sistem reparasi tidak disiapkan dari awal, maka akan menyebabkan negara mengabaikan HAM sehingga menjadi imun. "Kalau sistem pengawasan dan kontrol masuk dalam RUU Intel ini, maka kita akan bisa lihat masa depan RUU intel akan lebih baik dari sebelumnya," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com