Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Masih Kebingungan

Kompas.com - 19/07/2010, 04:27 WIB

Jakarta, Kompas - Kegagalan panen akibat banjir dan serangan hama kian sering terjadi dan petani pun semakin bingung menyikapinya. Padahal, mereka memahami bahwa penyebabnya adalah anomali cuaca dan perubahan iklim. Sementara sosialisasi pemerintah agar petani mampu beradaptasi untuk mengurangi risiko diakui belum signifikan.

Program pemerintah terkait perubahan iklim justru dititikberatkan pada program mitigasi yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Tebalnya lapisan gas rumah kaca di atmosfer telah menyebabkan pemanasan global, sementara perubahan iklim terjadi akibat adanya pemanasan global.

Bencana yang menimpa pertanian tersebut mengakibatkan turunnya produksi dan melonjaknya harga akibat spekulasi. Namun, lonjakan harga itu tidak berbanding lurus dengan pendapatan petani yang justru menurun, bahkan ada yang menderita kerugian total. Secara nasional kondisi itu berpotensi mengancam ketersediaan pangan.

Perubahan iklim juga berpotensi bencana di bidang kelautan dan kesehatan serta menyebabkan perubahan geografis akibat kenaikan muka air laut dan proses penggurunan akibat kekeringan panjang.

Daerah tidak siap

Ketika suatu wilayah terserang bencana gagal panen akibat anomali cuaca, pemerintah setempat ternyata belum siap. Petani mengandalkan kebijakan dari pemerintah provinsi.

”Harus dihasilkan varietas tanaman yang mampu beradaptasi terhadap kekeringan dan genangan tinggi akibat perubahan iklim,” kata Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sasraatmaja, Minggu (18/7) di Bandung.

Dia mengatakan, perubahan perilaku iklim yang kian sulit diprediksi seharusnya sudah diantisipasi pemerintah sejak lama. Upaya yang bisa dilakukan antara lain menghasilkan varietas unggul dengan produktivitas tinggi. Selain itu, pemerintah provinsi juga harus mulai memikirkan teknik budidaya dan strategi tanam baru yang dapat melindungi dan menghindarkan tanaman dari kondisi iklim ekstrem. Rekayasa pelindung tanaman dengan bahan baku lokal dan murah perlu dikembangkan.

Hal senada diungkapkan Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jabar Endang Suhendar. Menurut dia, rata-rata kumulatif lahan yang puso akibat serangan organisme pengganggu tanaman lima musim kemarau terakhir seluas 621 hektar. ”Badan Pusat Statistik meramalkan produksi padi Jabar 2010 mencapai 10,93 juta ton, turun 3,1 persen dibanding realisasi tahun lalu yaitu 11,28 juta ton. Salah satu alasannya adalah berkurangnya luas panen dan serangan hama akibat anomali cuaca,” kata Endang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com