JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, adalah konyol jika Ketua MK ikut dijadikan tergugat keempat terkait kasus cek kosong Koperasi Konstitusi senilai Rp 4,203 miliar.
"Itu konyol. Kalau begitu penipuan yang dilakukan di Setjen MPR harus dipertanggungjawabkan oleh ketua MPR, kalau di Gedung DPR harus dipertanggungjawabkan oleh ketua DPR, kalau terjadi Setneg harus dipertanggungjawabkan oleh presiden. Itu lelucon yang tak lucu," kata Mahfud, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (30/6/2010).
Menurut Mahfud, secara hukum, sesuai dua akta notaris pendirian koperasi, Ketua MK tak mempunyai hubungan struktural dengan Koperasi Konstitusi. "Meskipun Ketua MK, saya bukanlah anggota koperasi. Jadi tak mungkin punya hubungan dengan urusan keuangan Koperasi Konstitusi," tegasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa Ketua MK hanya menjadi pembina eksternal bersama dengan pejabat di bidang koperasi (Menteri Koperasi dan UKM), pengurus PKP-RI DKI Jakarta dan Lembaga Gerakan Koperasi yang resmi sesuai dengan UU. "Jadi, hubungan saya dengan Koperasi Konstitusi sama jaraknya dengan hubungan antara Menteri Koperasi dengan Koperasi Konstitusi," tambahnya.
Mahfud juga menjelaskan hubungan piutang antara Thamrin Sianipar dan Hendani adalah masalah pribadi yang mengaku atas nama koperasi dan terjadi pada 26 Mei 2008.
Ketua MK Bertanggung jawab
Pengacara Tamrin Sianipar, Gusmawati Azwar, mengatakan, Ketua MK Mahfud MD ikut menjadi tergugat dalam kasus cek kosong yang diterbitkan oleh Koperasi Konstitusi senilai Rp 4,203 miliar karena bertanggung jawab atas lembaga MK. "Karena yang mewadahi MK kan ketuanya, ketua kan harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi di MK," kata Gusmawati.
Kasus cek kosong ini bermula ketika Thamrin Sianipar berkenalan dengan pimpinan koperasi, Hendani, pada 2008 yang menyebutkan bahwa peminat tender proyek-proyek MK harus "melalui" Koperasi Konstitusi.
Thamrin yang diiming-imingi keuntungan 10 persen dari proyek-proyek MK dengan menyetor dana Rp 3,841 miliar untuk mengerjakan berbagai proyek di MK, seperti pengadaan jaket, pengecatan gedung baru Mahkamah, sampai perbaikan rumah dinas di Bekasi.
Dalam perjanjian ini, Thamrin mendapatkan cek pengembalian modal beserta keuntungannya dalam tiga tahap, yakni dua cek pertama diterima Thamrin atas nama Koperasi Konstitusi yang ditandatangani oleh Bendahara Koperasi Konstitusi, Wiryanto. Cek pertama senilai Rp 188 juta dan cek berikutnya Rp 225 juta. Sementara cek ketiga diterima Thamrin pada 30 Oktober 2009 berjumlah Rp 3,789 miliar.
Namun, lanjut Gusmawati, ketiga cek tersebut tidak bisa dicairkan karena tidak ada dananya sehingga kliennya protes dan melakukan pertemuan beberapa kali dengan Koperasi Konstitusi, tetapi hasilnya nihil sehingga mengajukan gugatan tersebut.
Dia juga menyebutkan bahwa sejak April 2010, Hendani malah menghilang dan tak bisa ditemui lagi. Thamrin lalu melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang sidang perdanya telah berlangsung pada Kamis (24/6/2010) pekan lalu. "Pada Kamis (1/7/2010) besok sidang dilanjutkan dengan agenda mediasi," jelasnya.
Dalam gugatannya ini, Thamrin menuntut ganti rugi Rp 4,2 miliar ditambah bunga 2 persen per bulan terhitung sejak 30 Oktober 2009.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.