Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbauan Cabut TAP MPRS 33 dari Blitar

Kompas.com - 23/06/2010, 07:56 WIB

KOMPAS.com - Jalan menuju kompleks makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur, sejak Minggu (20/6/2010) hingga Senin (21/6/2010) padat sekali oleh berbagai macam kendaraan dan orang berjalan kaki. Di tepi sepanjang jalan berderet kios yang menjajakan berbagai macam barang dan makanan. Di dalam kompleks makam seluas 3 hektar lebih, digelar pula kios yang berjualan buku-buku tentang Bung Karno.

Minggu malam di Amphitheater, arena pentas yang dibangun pada 2004 dan berkapasitas 1.000 orang, diselenggarakan orasi dan pentas seni. Wali Kota Blitar Djarot Saiful Hidayat mengingatkan tentang ajaran Bung Karno untuk mewaspadai pengaruh globalisasi dan menyerukan agar keluarga Bung Karno yang ada sekarang bersatu dan hidup rukun.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Rachmawati Soekarnoputri menyerukan pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor XXXIII/1967 yang ditafsirkan bahwa Bung Karno sampai sekarang masih sosok tahanan politik. Ia mengatakan sejak lama telah menyampaikan hal itu, termasuk selama masih sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Imbauan pencabutan TAP MPRS XXXIII itu juga ditulis dalam buku riwayat Bung Karno yang dibagikan kepada hadirin yang memenuhi arena pentas itu.

Filsafat ayam

Pukul 22.00, tampil di panggung berlatar belakang gambar besar Bung Karno, seorang pendakwah dari Nahdlatul Ulama Surabaya, M Sukron Dj, yang berbicara tentang perlunya sikap yakin, sabar menghadapi cobaan, dan hidup rukun. Dengan gaya kocak dan jenaka yang membuat hadirin terpingkal-pingkal, Kiai Sukron, antara lain, mengatakan, ”Coba lihat itu ayam tidak lulus SD punya anak 15, tetapi bisa makan terus.” Ia mengatakan hal ini dalam aksen Surabaya untuk membuat orang yakin masalah pangan dan pendidikan bisa diatasi.

Masih untuk membuat orang agar punya keyakinan teguh, Sukron bercerita tentang seorang kiai yang kedatangan seorang tentara Belanda pada masa penjajahan dahulu kala. Sang kiai tahu tentara penjajah ini adalah musuh, tetapi bagaimanapun dia harus memberikan sesuatu yang baik kepada orang yang memintanya. Sang kiai mengambil kain putih dan tahi kambing. Bungkusan tahi kambing dengan kain putih itu diberikan kepada serdadu itu. Sang serdadu, karena yakin atas jimat itu, jadi kebal terhadap peluru dan tebasan pedang.

”Suatu saat sang serdadu ingin tahu jimat itu. Dibukalah bungkusan kain putih. Ia marah karena ternyata hanya tahi kambing atau srintil. Karena keyakinannya hilang, dia bisa tembus peluru dan mati,” ujar Sukron disambut tawa, termasuk Sukmawati Soekarnoputri, yang terbahak-bahak.

Keluarga Bung Karno lainnya yang hadir, antara lain, Puti Guntur Soekarnoputri, Mohammad Marhaendra Putra, Mohammad Mahardika Putra, Vanessa Rahmadika Putri Soekarno, Sagara Putra Marhaendra, dan Totok Suryawan. Hadir pula para bupati dan wali kota se-Jawa Timur serta beberapa wali kota dan bupati dari Sumatera dan Bali.

Senin (21/6/2010), berlangsung upacara penghormatan kepada Bung Karno dipimpin inspektur upacara Rektor Universitas Bung Karno Radi A Gani (mantan Rektor Universitas Hasanuddin dan anggota Wantimpres). Seusai upacara diadakan tabur bunga di makam Bung Karno.

Lukisan Bung Karno

Kemudian, sebagian hadirin menyaksikan Museum Bung Karno. Di dalam museum ada lukisan besar sosok Bung Karno yang di bagian dadanya selalu bergerak dan berdegup. ”Hal ini terjadi sejak 2004,” ungkap Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat. (J Osdar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com