Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Nasib Genteng dan Keramik Purwakarta

Kompas.com - 01/06/2010, 12:51 WIB

Peribahasa "bagai kerakap tumbuh di batu" kiranya pas menggambarkan nasib industri genteng rakyat di Purwakarta. Hidup segan mati tak mau. Kondisinya serba susah.

Kenaikan harga bahan bakar minyak pada Oktober 2005 menjadi lonceng kematian industri rakyat itu. Puluhan unit usaha di sentra Tegalwaru dan Plered, Kabupaten Purwakarta, "tumbang" karena tak mampu menyesuaikan diri. Ongkos produksi melonjak, seiring melambungnya harga minyak bakar, sedangkan harga jual genteng sulit naik.

Pabrik-pabrik besar, yang umumnya menggunakan bahan bakar minyak, tak berproduksi lagi. Rak-rak penyimpan genteng kosong. Halaman yang menjadi lantai penjemuran menganggur. Tungku pun tak mengepul. Tak pelak, sejumlah pabrik telah 2-4 tahun ditinggal pemiliknya. Bangunan tanpa dinding, dengan lantai tanah dan tiang-tiang kayu atau bambu, dibiarkan ambruk karena lapuk. Sebagian pabrik di kanan kiri jalan utama berubah menjadi toko atau rumah.

Beberapa pengusaha mencoba bangkit dengan beralih ke bahan bakar kayu. Namun, upaya itu tak mudah karena harga komponen produksi lain, seperti tanah liat dan upah kerja, juga terus naik. Adapun harga jual produk sulit bersaing dengan produk atap bangunan yang kian variatif di pasaran.

Mimih (50), pengusaha genteng di Desa Citalang, Kecamatan Tegalwaru, menyatakan, harga jual genteng jenis plentong hanya naik Rp 200 per biji, yakni dari Rp 450 menjadi Rp 650, dalam kurun 10 tahun terakhir. Ironisnya, harga kayu bakar naik ratusan ribu rupiah per tahun dan ongkos produksi Rp 611 per biji.

Berubah

Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Purwakarta 2004, ada 270 unit usaha pembuatan genteng dengan 13.016 pekerja di sentra Tegalwaru dan Plered. Pada 2006 jumlahnya turun menjadi 187 unit dan terus berkurang menjadi 130 unit usaha dengan 3.162 pekerja tahun lalu.

Kondisi itu berkebalikan dengan industri keramik hias. Saat usaha genteng memeras otak untuk memasarkan produk, pengusaha keramik justru tengah mengerjakan pesanan ekspor, berpameran, atau bertukar barang untuk ekspansi pasar dengan pengusaha dan perajin di sentra keramik hias lain di negeri ini, seperti Lombok, Kasongan, Bali, dan Pontianak.

Menurut Kepala Bidang Perindustrian Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Purwakarta Muhamadan Arnom, kekhasan keramik membuat posisinya bertahan. Keramik bermetamorfosis dari barang fungsional menjadi hiasan sehingga nilai ekonomi dan harganya relatif tinggi.

Bentuk dan corak juga terus berubah mengikuti mode dunia sehingga keramik relatif dinamis. Di sentra keramik Plered, terdapat 286 unit usaha dengan 1.420 pekerja. Jumlahnya cenderung stabil dalam lima tahun terakhir.

Ribuan pekerja, pengusaha, dan orang-orang yang terlibat kerja dalam industri genteng kini berharap-harap cemas. Mereka tak ingin, hidup segan mati tak mau. (Mukhamad Kurniawan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com