JAKARTA, KOMPAS.com — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kembali mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan mafia hukum atas terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus semburan lumpur PT Lapindo Brantas Inc di Porong, Sidoarjo.
Menurut aktivis Walhi, Pius Ginting, alasan Polda Jatim mengeluarkan SP3 sangat lemah dan tak berdasar. Walhi menduga kuat terjadi praktik mafia hukum dalam penerbitan surat tersebut. "Walhi menilai telah terjadi mafia kasus dan korupsi dalam terbitnya SP3 Lapindo. Kami mendesak KPK segera melakukan penyelidikan intensif," kata Pius Ginting di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/4/2010).
Walhi menilai, SP3 diterbitkan karena kelemahan aparat penegak hukum. Sebab, SP3 itu diterbitkan dengan merujuk putusan perkara perdata antara Walhi-Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) versus PT Lapindo dan Pemerintah Indonesia.
Pada Desember 2007, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpendapat, semburan lumpur di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, disebabkan fenomena alam sehingga gugatan kedua LSM itu ditolak.
"Putusan perkara perdata tidak tepat digunakan, karena ada perbedaan konteks sistem perdata dan pidana. Dalam pidana, pemerintah wajib berperan aktif melindungi warga negara dari tindak pidana kejahatan," papar Pius.
Pada 7 Agustus 2009, Polda Jatim berdalih belum ada ahli yang bisa membuktikan korelasi antara sebab semburan lumpur dan keberadaan sumur pengeboran. Pada Februari 2009, Jaksa Agung Muda Pidana Umum AH Ritonga pun angkat tangan. Ia mengaku belum berani melimpahkan berkas perkara itu ke pengadilan karena ada perbedaan pendapat ahli terkait dengan semburan itu.
Walhi sebelumnya membeberkan, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyatakan terdapat kesalahan dalam pengeboran itu. BPK menilai PT Lapindo sebagai operator Blok Brantas saat mengeksplorasi sumur Banjarpanji 1 diduga menggunakan peralatan yang kurang memenuhi standar. Perusahaan itu tidak memerhatikan aspek kehati-hatian dalam penanganan masalah lumpur sehingga memicu semburan lumpur panas di Sidoarjo.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pihaknya akan mengkaji lebih dulu setiap laporan yang masuk dalam komisi antikorupsi tersebut. Walaupun demikian, paparnya, KPK pernah memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan bahwa ada indikasi kerugian negara dalam kasus semburan lumpur tersebut. (Abdul Qodir)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.