Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggi, Ketergantungan RI terhadap Alutsista LN

Kompas.com - 15/04/2010, 21:07 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Tingkat ketergantungan Indonesia pada alat utama sistem persenjataan atau alutsista buatan luar negeri masih di atas 80 persen. Karena itu, untuk menekan keterbatasan alutsista, Indonesia perlu menerapkan sistem pembelian sekaligus kerja sama produksi di dalam negeri.

Demikian diungkapkan Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Industri Teknologi, Prof E.S. Siradj, Kamis (15/4/2010), di sela Seminar Nasional bertema "Kajian Pembaharuan dan Pengembangan Teknologi Tempur Angkatan Laut Menuju Kemandirian Teknologi Pertahanan Nasional", di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

"Dalam pembelian alutsista, kami menginginkan adanya sharing, misalnya jika pesan dua kapal selam, maka satu kapal selam bisa dibeli tapi satu kapal selam lagi harus diproduksi di Indonesia agar industri persenjataan dalam negeri bisa belajar sehingga di kemudian hari Indonesia memiliki kemandirian," ujarnya.

Setidaknya, ada dua negara, yaitu Jerman dan Korea Selatan yang bersedia bekerja sama dalam pengadaan alutsista, khususnya kapal selam. Dengan sistem kerja sama ini, selain membeli kapal, sebagian kapal selam dapat dibuat di dalam negeri oleh industri kapal bertaraf internasional seperti PT PAL.

Menurut Siradj, hingga saat ini kandungan lokal alutsista Indonesia baru mencapai kisaran 20 persen. Padahal, agar lebih mandiri, minimum kandungan lokal produk alutsista dalam negeri seharusnya mencapai 40 persen atau lebih. "Meski demikian, kemandirian alutsista dalam negeri harus didukung semua pihak, mulai dari TNI sebagai pengguna, produsen, hingga para akademisi. Tanpa ada dukungan dari berbagai pihak, maka rencana ini tak akan berhasil," ucapnya.

Tahun 2010 ini, landasan hukum tentang pertahanan sedang digodog. Terdapat tujuh rancangan undang-undang (RUU), antara lain lima RUU kemandirian pertahanan dan dua RUU keamanan dan komponen cadangan. Ditargetkan ketujuh RUU itu bisa ditetapkan tahun 2011.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com