Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Apa dengan Kebebasan Beragama

Kompas.com - 09/02/2010, 04:12 WIB

Musdah Mulia

Akhir-akhir ini, ramai dibicarakan tentang kebebasan beragama terkait judicial review terhadap UU No 1 Tahun 1965 tentang Larangan Penodaan Agama. Adalah kelompok pro demokrasi Indonesia yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan atau AKKBB yang mengajukan judicial review terhadap UU tersebut karena dinilai tidak lagi relevan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan sekaligus juga tidak sejalan dengan semangat konstitusional Indonesia.

Alih-alih jadi alat perlindungan bagi kelompok agama, yang terjadi justru sebaliknya. UU itu malah dijadikan alat pembenaran bagi perilaku penodaan, bahkan tindakan kekerasan dan penistaan terhadap kelompok agama tertentu. UU itu lebih banyak dipakai mendiskreditkan kelompok yang memiliki pemahaman berbeda dengan arus utama.

Meski telah ada jaminan dalam konstitusi dan sejumlah UU, seperti UU No 39/1999 tentang HAM dan UU No 12/2006 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional mengenai Hak Sipil dan Politik, upaya perlindungan dan pemenuhan hak kebebasan beragama di Indonesia belum memperlihatkan kemajuan berarti.

Setidaknya ada tiga kendala, pertama, kebebasan beragama cenderung disalahpahami sebagai upaya menghilangkan identitas suatu agama atau menyamakan semua agama (nihilisme) atau upaya mencampuradukkan ajaran agama (sinkretisme). Akibatnya, gagasan kebebasan beragama menimbulkan ketakutan yang tidak beralasan.

Kedua, kebebasan beragama cenderung ditafsirkan sebagai gagasan kebebasan tanpa batas yang akan mengakibatkan konflik di masyarakat. Ketiga, kebebasan beragama cenderung dimaknai sebagai upaya penodaan terhadap agama yang ”sudah diakui”. Akibatnya, pendukung kebebasan beragama diberi stigma sebagai kelompok ”tak agamis”.

Sebetulnya tidak sedikit warga masyarakat menginginkan terpenuhinya hak kebebasan beragama, tetapi karena takut distigma sebagai ”tidak agamis” memilih diam supaya aman. Adanya silent majority ini sangat merugikan tatanan demokrasi kita sebab ruang publik lalu didominasi oleh kelompok yang lantang menyuarakan sikap antikebebasan beragama. Sikap yang berseberangan dengan visi demokratis, dan fatalnya dengan mengatasnamakan agama atau Tuhan.

Makna kebebasan

Istilah kebebasan beragama di dalam berbagai dokumen HAM tak berdiri sendiri, melainkan selalu dikaitkan dengan kebebasan lain, yaitu kebebasan berpikir dan berkesadaran atau berhati nurani. Pada konteks ini, hak kebebasan beragama bersifat mutlak, berada di dalam forum internum yang merupakan wujud dari inner freedom (freedom to be), dan itu termasuk hak non-derogable (tak bisa ditangguhkan pemenuhannya oleh negara dalam keadaan apa pun).

Adapun hak mengekspresikan ajaran agama atau keyakinan dalam kehidupan publik, misalnya menyebarkan ajaran agama dan mendirikan tempat ibadah, masuk dalam kategori hak bertindak (freedom to act). Hak ini dapat ditangguhkan atau dibatasi pemenuhannya. Akan tetapi, penangguhan atau pembatasan itu hanya boleh dilakukan dengan UU dan dengan alasan perlindungan atas lima hal, yaitu keselamatan publik, ketertiban publik, kesehatan publik, kesusilaan, dan perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain. Jadi, tujuan utamanya, perlindungan secara adil terhadap semua kelompok agama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com