JAKARTA, KOMPAS.com — Meski berbagai elemen masyarakat menggembar-gemborkan soal kegagalan program 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu II, rencana aksi turun ke jalan secara besar-besaran pada 28 Januari tidak akan mampu menekan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Demikian dikatakan Sukardi Rinakit dari Soegeng Sarjadi Syndicate saat diskusi "Evaluasi Program 100 Hari Kabinet Bidang Politik, Ekonomi, dan Hukum" di Jakarta, Selasa (26/1/2010).
Setidaknya, elemen masyarakat yang terdiri dari LSM dan mahasiswa yang melakukan demo membutuhkan tiga modal, yakni jaringan, dukungan finansial, dan dukungan militer. Jika ketiganya belum terpenuhi, bisa jadi aksi 28 Januari tersebut bernasib sama dengan aksi peringatan Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember. "Nasibnya akan sama seperti demo tanggal 9 Desember. Jaringannya memang ada. Tapi itu saja kan tidak cukup. Apalagi, kalau tidak ada pengusaha yang mau memodali dan tidak ada dukungan dari pihak militer," kata Sukardi.
Ia menjelaskan, penyebab melempemnya aksi pada 9 Desember karena minimnya dana dan dukungan militer. Pada aksi demo pada 28 Januari nanti, hal serupa juga tengah terjadi.
Sukardi mengatakan, pengusaha tidak mau memberikan sumbangan kepada para pendemo karena khawatir Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa yang juga Menko Perekonomian dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang justru akan mengambil keuntungan dari berbagai aksi tersebut. "Bagi mereka, kalau menguntungkan Ical dan Hatta, buat apa?" ujarnya.
Sukardi menangkap bahwa dari kalangan militer pun hal serupa terjadi. Saat ini pihak militer, meski tidak suka pada gaya kepemimpinan SBY, apa boleh buat karena tidak ada alternatif lain pemimpin.
Dengan tidak adanya dua modal tersebut, Sukardi merasa yakin demonstrasi 28 Januari tak membuat Presiden Yudhoyono ketar-ketir. "Kalau itu enggak ada, ya enggak ada apa-apa. Di luar sebenarnya juga tidak ada apa-apa," pungkasnya. (Persda Network/coz)