Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satgas Antimafia Jangan untuk Cari Popularitas

Kompas.com - 12/01/2010, 06:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Gebrakan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang menemukan berbagai fakta mencengangkan dalam inspeksi mendadak ke Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta, diharapkan tidak sekadar untuk popularitas. Dasar pembentukannya berupa keputusan presiden juga membuat keefektifan langkah Satgas ini diragukan dapat optimal.

Demikian diutarakan anggota Komisi III DPR, T Gayus Lumbuun, dan Direktur Eksekutif Human Rights Working Group Rafendi Djamin di Jakarta, secara terpisah, Senin (11/1/2010). Satgas Antimafia Hukum, yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto itu, dibentuk dengan keppres.

Rafendi mengatakan, inspeksi mendadak (sidak) Satgas Antimafia Hukum jangan sampai hanya untuk menciptakan citra tanpa menyentuh permasalahan sebenarnya. Sidak yang menemukan kondisi riil Artalyta Suryani dan Limarita (Aling), terpidana dalam kasus penyuapan dan narkotika, adalah hal jitu untuk pencitraan. Namun, ia melihat gegap gempita sidak yang diliput media cenderung hanya untuk mencari popularitas sesaat.

”Hentikan cara-cara infotainment dalam penegakan hukum,” kata Rafendi lagi.

Gayus memuji langkah Satgas yang melakukan sidak. Pembentukan Satgas bisa dilihat sebagai niat baik dari pemerintah. Namun, Satgas akan sulit bekerja secara optimal karena dasar hukumnya adalah keppres. Akibatnya, Satgas tidak bisa memasuki wilayah lembaga independen karena dasar hukumnya berada di wilayah eksekutif.

Kinerja aparatur

Gayus menyarankan, dasar hukum pembentukan Satgas Antimafia Hukum sebaiknya peraturan pemerintah (PP) dan melekat pada Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Sasaran Satgas adalah peningkatan kinerja aparatur negara.

Terkait sidak Satgas ke Rutan Pondok Bambu, Gayus menuturkan, ”Semestinya Direktur Jenderal Pemasyarakatan dan jajarannya menggunakan hasil sidak itu untuk evaluasi. Bukan justru berusaha menutup-nutupinya.”

Rafendi mengingatkan, Satgas harus kembali pada latar belakang kelahirannya, yakni berhubungan dengan rekaman percakapan Anggodo Widjojo dengan pejabat Polri dan Kejaksaan, yang diputar di Mahkamah Konstitusi pada 3 November lalu. Rekaman itu diduga terkait kasus kriminalisasi terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

”Sekelas Satgas yang dibentuk Presiden seharusnya dimulai dengan mereformasi penegak hukum di Polri dan Kejaksaan serta mulai memproses makelar kasus,” kata Rafendi. Langkah yang harus diambil, antara lain, adalah merombak pejabat bidang penegakan hukum. (EDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com