JAKARTA, KOMPAS.com -
Bayu Krisnamurthi mengemukakan hal tersebut dalam peringatan Hari Ulang Tahun Ke-57 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dan peluncuran buku ”100 Tahun Dokter Hewan di Indonesia” di Balai Kartini, Jakarta, Sabtu (9/1).
Ketua Umum Pengurus Besar PDHI Drh Wiwiek Bagja mengemukakan, sudah saatnya Indonesia memiliki otoritas veteriner di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Otoritas veteriner itu penting dalam melindungi wilayah Indonesia dari ancaman kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Bahkan, negara-negara anggota Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) telah memperkuat otoritas veteriner mereka untuk menyongsong kesehatan semesta (
Tantangan kesehatan ke depan, kata Wiwiek, semakin berat karena kembali munculnya penyakit dari hewan ke manusia atau zoonosis. Penyakit-penyakit manusia itu bahkan 70 persennya adalah penyakit zoonosis, seperti sapi gila, anjing gila, flu A-H1N1, flu H5N1, atau penyakit pernapasan akut parah (SARS).
Otoritas veteriner saat ini di pusat hanya dipegang eselon II, sehingga keputusannya sering dibatalkan pejabat di atasnya.
Bayu Krisnamurthi sepakat dengan penguatan otoritas veteriner tersebut. Ia mengusulkan empat alternatif. Selain membentuk Badan Otoritas Veteriner di bawah Presiden, juga bisa dibentuk Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan, dengan dirjennya adalah dokter hewan. Alternatif lain, Ditjen Peternakan diubah menjadi Ditjen Kesehatan Hewan dan Peternakan, dengan dirjennya dokter hewan.
”Alternatif keempat adalah mengubah Komisi Nasional Flu Burung menjadi Komisi Nasional Zoonosis. Kebetulan tugas Komnas Flu Burung habis Maret ini,” kata Bayu, yang juga Ketua Harian Komnas Flu Burung itu.
Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Rachmat Pambudy menambahkan, menempatkan otoritas veteriner di eselon I seharusnya bisa dilakukan.
”Kalau ingin buat sejarah, Kementerian Pertanian bisa
Mentan Suswono juga sepakat peranan dokter hewan ditingkatkan. Apalagi pemerintah mencanangkan swasembada daging pada tahun 2014. Saat ini Indonesia masih mengimpor 70.000 ton daging per tahun dan mendatangkan sapi 630.000 ekor per tahun.