Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Tak Boros Berobat

Kompas.com - 26/10/2009, 10:02 WIB

KOMPAS.com - Anggaran berobat sering melebihi anggaran untuk makan. Bukan saja di negara maju, di negara berkembang bahkan lebih dari yang bisa dianggarkan. Tak jarang pengeluaran buat berobat melebihi yang seharusnya karena tidak cerdik menata penyakit dan kurang cerdas menjadi pasien. Untuk itu perlu kendali ongkos berobat. Apa misalnya?

Pemborosan dalam berobat bukan soal mampu atau tidak, melainkan efisien atau tidak. Artinya, mengeluarkan yang diperlukan saja. Boros itu bisa sebab kenakalan pihak medis, selain pasien rancu dalam berobat.

Pak Sur amat cermat berobat. Apa pun kata dokter ia turuti. Di satu sisi memang menyehatkan, meski bisa berarti pemborosan karena ia membayar lebih banyak untuk yang tidak perlu. Contohnya, menjalani pemeriksaan PSA (penanda kelainan prostat) setiap beberapa bulan, padahal tidak ada indikasi untuk itu.

Pasien sekarang cenderung lebih "pintar" dari dokternya. Tak jarang dokter didikte. Pasien memilih apa yang perlu dikerjakan dokter. Sering ini bukan pilihan medis, alih-alih praktik dokter profesional. Kita menyebutnya tidak lege artis.

Opini pasien VS medis
Opini pasien belum tentu seturut opini medis. Yang pasien pikirkan belum tentu sama dengan opini medis. Ini bagian dari pemborosan, misalnya minta semua diperiksa, walau tidak ada indikasinya.

Yang seperti itu kerap terjadi di rumah sakit yang jadi industri medis. Kita tahu tak semua rumah sakit ramah pada pasien, kalau tujuannya semata laba. Pasien jadi sapi perahan, melayani melebihi akal sehat medis. Semua unsur laboratorium diperiksa walaupun tidak diperlukan, sehingga biaya melambung. Pasien demam berdarah, misalnya, diperiksa jantung dan lainnya yang tak berkaitan dengan penyakitnya.
Kalau bisa memberi kamar lebih tinggi tarifnya, kenapa harus menawarkan kelas murah? Pasien yang terdesak untuk dirawat tidak punya pilihan, walau sebetulnya ini pemborosan.

Pemanfaatan alat pemeriksaan yang makin canggih bagi setiap pasien jelas tidak rasional kalau tujuannya bukan untuk melacak penyakit. Gejala overutilisasi alat periksa seperti ini bikin biaya berobat sangat boros. Kalau ada obat sama yang lebih murah, mestinya itu yang dipilih. Jumlah obat yang diberikan pun sering melebihi kebutuhan.

Secara medis jelas ini tidak rasional. Memang tak selalu salah dokter. Pasien elit sering tidak sembuh kalau diberi obat murah karena faktor kepercayaan pasien amat menentukan kesembuhannya. Padahal, obat yang sama berhasil menyembuhkan pasien di desa dengan diagnosis sama.

Tidak selalu pergi ke dokter
Pasien mampu, gatal sedikit saja mencari dokter. Sikap lekas ke dokter begini juga tergolong pemborosan. Mengapa? Harus diingat, tubuh memiliki kemampuan self-limitting. Biarkan tubuh berkesempatan menyembuhkan (menormalkan kondisi tidak seimbang) karena perangkat untuk itu tersedia.

Kalau tekanan darah mendadak naik, tubuh punya mekanisme menurunkannya. Begitu juga sebaliknya. Lekas-lekas mengintervensi setiap ada perubahan keseimbangan, akan mengacaukan mekanisme pemulihan sendiri (homeostasis).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com