Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu RUU Intelijen Terkait Terorisme

Kompas.com - 27/07/2009, 03:08 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah diyakini perlu menggagas sebuah rancangan aturan perundang-undangan baru terkait intelijen (RUU Intelijen), terutama untuk menjamin adanya payung hukum yang jelas antarinstitusi intelijen, baik intelijen strategis maupun intelijen taktis di lapangan, khususnya dalam berkoordinasi menangani terorisme.

”Ada baiknya aturan perundang-undangan itu diterapkan dalam jangka waktu terbatas dan terfokus hanya ke isu penanganan terorisme,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Andi Widjojanto, Minggu (27/7).

Pembatasan waktu dan penetapan isu spesifik tersebut bertujuan untuk memberikan jaminan aturan perundang-undangan yang disusun tidak akan diselewengkan. Hal itu terutama lantaran masih ada keraguan di kalangan masyarakat sipil menyusul peran dan perilaku intelijen pada masa lalu.

”Apalagi untuk kondisi Indonesia, aksi terorisme yang terjadi sudah tidak bisa lagi didekati dan diselesaikan dengan cara-cara normal. Aparat keamanan perlu usul ke presiden untuk mengambil langkah politik, dalam hal ini menyusun dan mengesahkan RUU Intelijen,” ujar Andi.

Menurut Andi, institusi intelijen di Indonesia sekarang mengalami setidaknya dua masalah besar, masalah pengisyaratan (problem of signal) dan masalah putusnya lingkaran kerja intelijen.

Akibat kedua persoalan tadi, pemerintah mengalami kesulitan serius mencegah aksi pendadakan macam teror bom, yang beberapa waktu lalu terjadi di Hotel Ritz-Carlton dan JW Marriott serta memakan korban jiwa.

Terkait problem pertama, pemerintah sebagai pengguna intelijen dinilai gagal mengolah info strategis, yang sebenarnya sudah berhasil diperoleh dan dilaporkan oleh seluruh institusi intelijen yang ada. Akibatnya, kebijakan yang tepat pun gagal dibuat.

Sementara problem terputusnya lingkaran kerja intelijen terjadi lantaran ”tidak nyambung”-nya hubungan antara lingkaran pengumpul dan pengolah informasi intelijen (intelijen strategis) dengan lingkaran operasi intelijen (intelijen taktis) untuk mencegah pendadakan strategis berupa aksi teror seperti peledakan bom.

”Nantinya, selain berinisiatif, presiden juga akan mengambil tanggung jawab langsung dalam melaksanakan aturan itu. Jadi, macam UU Patriot Act di Amerika Serikat, yang kendali dan tanggung jawabnya langsung oleh Presiden George W Bush dan Wakil Presiden Dick Cheney sendiri,” ujar Andi.

Secara terpisah, Mufti Makkarim dari Institute for Defense Security and Peace Studies (IDSPS) berpendapat, RUU Intelijen akan jauh lebih baik jika disusun dan diajukan sebagai inisiatif dari pihak legislatif. Usulan dari legislatif diyakini bisa bersifat jauh lebih netral.

”Tetapi, tidak perlu membuat RUU Intelijen yang dikaitkan dengan isu khusus macam penanganan terorisme. Aturan tentang penanganan terorisme sudah ada. Sekarang tinggal mengatur bagaimana peran intelijen dan kaitannya dengan persoalan lain macam isu pertahanan atau keamanan,” ujar Mufti. (DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com