Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggeber Untung dari Kemacetan Jakarta

Kompas.com - 11/05/2009, 10:03 WIB

KOMPAS.com — Awal Mei ini, Pemerintah DKI Jakarta kembali menggaungkan rencana lama membatasi jumlah kendaraan pribadi masuk Jakarta. Caranya, mengatur kendaraan masuk menurut nomor ganjil dan genap. Maklum, kemacetan di Jakarta loan parah. Jika hujan sebentar saja, arus kendaraan langsung macet.

Bagi Mellisa Tamaka, pengusaha rental angkutan karyawan di Pondok Gede, rencana tersebut justru bisa menebalkan kantongnya. Dengan pembatasan jumlah kendaraan pribadi, akan kian banyak orang yang biasanya memakai kendaraan sendiri, beralih memakai jasa angkutan karyawan.

Saat ini saja, sudah cukup banyak karyawan yang tinggal di pinggiran tetapi bekerja di Kota Jakarta menjadi pelanggan Mellisa. Para pelanggan ini sebetulnya punya kendaraan pribadi. Tapi lantaran mereka tak mau repot dan lelah mengarungi kemacetan lalu lintas, mereka pun beralih menggunakan jasa angkut karyawan.

Awalnya, Mellisa hanya iseng mengajak beberapa kolega menumpang di mobilnya saat dia berangkat mengajar di sebuah sekolah internasional di Jakarta. Lama-kelamaan, naluri bisnisnya muncul juga. Dia lantas berpikir menambah penghasilan dengan cara mengangkut karyawan lain yang ogah repot bertempur dengan kemacetan.

"Saya pikir, daripada menyewa joki lebih baik saya sewakan. Karena banyak orang butuh angkutan nyaman dan aman sampai kantor," ujar perempuan 28 tahun ini.

Maka di tahun 2008 lalu, Melissa mulai menyewakan mobilnya untuk antar jemput karyawan. Dia pun memberi nama Bimo Rent Car untuk usaha antar jemput karyawannya itu.

Kini Melissa mempunyai armada Avanza dan GrandMax. Melissa mematok tarif Rp 350.000 pulang pergi per unit mobil. Dari harga itu, bagian untuk sopir Rp 50.000 sampai Rp 100.000, tergantung jauh dekat jarak antar jemput. "Tarif tol dan bensin ditanggung penyewa," ajar Mellisa. Sebulan, dia bisa mendapat minimal enam kali order antar jemput. Artinya, dalam sebulan setidaknya dia bisa mendapat omzet Rp 2,1 juta dari usaha ini.

Selain layanan antar jemput dengan mobil, di Bogor juga banyak layanan antar jemput karyawan dengan bus. Layanan ini biasanya dikelola komunitas khusus. Misal, komunitas yang dikelola seorang pegawai BUMN di Jakarta. Sebut saja namanya Nanung.

Saat ini Nanung telah mengumpulkan 45 anggota komunitas pergi pulang kantor bareng. Komunitas yang berdiri sejak tahun 2005 ini menyewa bus Hiba Utama berkapasitas 54 orang, lengkap dengan layanan pendingin udara alias air conditioner (AC) dan televisi. Setiap anggota membayar iuran Rp 540.000 per bulan. Nanung bisa mengumpulkan Rp 21 juta dari iuran anggotanya tersebut.

"Rata-rata anggota komunitas adalah mereka yang punya mobil. Mereka memakai bus karena nyaman dan irit," ujar Nanung. Menurut Nanung, biaya memakai mobil pribadi dari Bogor ke Jakarta lebih dari Rp 1 juta setiap bulannya. "Belum lagi capek macetnya," ujarnya.

Ada juga perusahaan khusus antar jemput karyawan. Contohnya PT Puji Kurnia Sejati, perusahaan angkutan karyawan di Tambun, Bekasi. Pelanggan perusahaan yang beroperasi sejak 12 tahun lalu ini berasal dari 20 perusahaan yang tersebar di Jakarta, Bekasi, hingga Bogor.

"Prospek bisnis ini sangat bagus, kini ada ratusan perusahaan yang antri untuk layanan ini," ujar Doan Endito, Staff Operasional Puji Kurnia Sejati. Omzetnya minimal Rp 15 juta per hari. "Keuntungan kami hanya 30 persen," ujarnya. (Aprillia Ika/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com