JAKARTA, SELASA - Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menegaskan, ketentuan upah pungut pajak yang saat ini dipermasalahkan KPK telah berlangsung lama di Departemen Dalam Negeri. Kebijakan ini ada sebelum dirinya bertugas di Depdagri.
"Upah pungut ini sudah berlaku sejak tahun 1976. Jadi jangan tiba-tiba sasarannya langsung Mardiyanto," kata Mardiyanto di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/2).
Seperti diketahui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002 menyebutkan upah pungut diterima tim pembina pusat yakni Menteri Dalam Negeri dan Kepolisian, serta pimpinan instansi atau lembaga penunjang yang bersangkutan.
Awalnya penerimaan upah pungut diatur Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Dalam Pasal 76 Peraturan Pemerintah disebutkan, dalam rangka kegiatan pemungutan Pajak Daerah dapat diberikan biaya pemungutan paling tinggi sebesar lima persen.
"Hal ini karena tidak ditata dengan baik, maka dirumuskan aturan-aturannya sampai dengan PP dan kemudian keluar Kepmen 35/2002. Dan menurut saya, saya harus proaktif kalau ada yang tidak pas," tandasnya.
Menurut Mardiyanto, ketentuan upah pungut pajak pada prinsipnya merupakan sesuatu yang sangat wajar karena dalam rangka operasional pencairan pendapatan asli daerah.
"Hal itu diperlukan untuk membentengi mereka yang bekerja dalam arti kata finansial. Makanya di departemen keuangan ada remunerasi. Itu juga sama. Ini juga berlaku di daerah. Dan ini berlaku di daerah semuanya," urai Mardiyanto seraya merasa heran dengan tudingan adanya kebijakan upah pungut pajak yang memojokkan dirinya.
"Nanti saya akan undang KPK untuk bicarakan ini. Tapi janga langsung divonis saya melakukan kekeliruan. Saya ini juga ingin berbuat baik bagi bangsa dan negara," urainya.
Akibat kebijakan upah pungut pajak, KPK telah memanggil sejumlah pejabat di antaranya, Ketua DPRD DKI Jakarta, Ade Surapriatna, Mantan Sekda DKI, Ritola Tasmaya dan beberapa anggota DPRD lainnya. (Persda Network/ade)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.