Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Bisa Saja Abaikan Keputusan MK

Kompas.com - 27/01/2009, 21:20 WIB

SOLO, SELASA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan penentuan calon legislatif (caleg) partai politik berdasar nomor urut—diganti berdasar suara terbanyak—tidak mengikat. Alasannya, MK bukan lembaga legislasi.

"Keputusan MK tidak punya kekuatan hukum yang mengikat. Keputusan Mahkamah Konstitusi tidak bisa begitu saja dilaksanakan oleh KPU, karena KPU hanya tunduk kepada undang-undang," tegas Ketua KPU Hafiz Anshary di depan para peserta Rakernas IV PDI-P, di Hotel Sunan, Solo, Jateng, Selasa (27/1) petang.

Hafiz diundang DPP PDI-P untuk memberikan masukan kepada para peserta rakernas terkait rencana Pemilu Legislatif dan Pilpres 2009. Selain Hafiz, DPP PDI-P juga mengundang Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono dan Ketua KPK Antasari Azhar.

Karena itulah, lanjut Hafiz, KPU berinisiatif mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengatur pelaksanaan Pemilu 2009. Adapun tentang penentuan calon terpilih harus mengikuti urutan perolehan suara terbanyak—seperti telah diputuskan oleh MK— menurut Hafiz, juga masih menghadapi kendala tanpa adanya Perppu sebagai payung hukum.

"Namun, KPU bisa mengatur lebih lanjut putusan Mahkamah Konstitusi itu tanpa harus menunggu terbitnya peraturan, seperti Perppu," kata Hafiz.

Dia menambahkan, di antara keputusan KPU itu, penetapan suara sah tidak hanya ditentukan melalui tanda contreng pada nama partai, kolom nomor urut atau nama calon legislatif. Menurutnya, dicoblos pun akan dinyatakan sah, asal tidak dobel.

"Tapi, tolong peserta rakernas tidak menyosialisasikan keabsahan dengan coblosan, karena kami tidak menyediakan alat untuk mencoblos. Untuk sosialisasi, tolong dinyatakan dulu bahwa yang sah adalah yang surat yang diberi tanda contreng," pinta Hafiz.

Pernyataan Hafiz mengundang protes sebagian peserta rakernas. Peserta rakernas yang juga Ketua DPD PDI-P Papua Barat, Jimmy Demianus Ijie, misalnya, menuduh Hafiz dan KPU bereksperimen dengan menggunakan kewenangannya. Dia mengusulkan agar ada foto yang dicetak di surat suara. Alasannya, banyak warga Papua yang masih buta huruf.

Jimmy mencontohkan, pada Pemilu 2004, karena banyak warga buta huruf, masyarakat hanya menyerahkan surat suara kepada petugas pemungutan suara (KPPS) sekaligus meminta untuk mencobloskan tokoh pilihannya. Dia yakin, pada pemilu April mendatang pun masih akan seperti itu. (JUN/YAT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com