Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Terpaksa Menggunakan Tungku

Kompas.com - 17/12/2008, 05:35 WIB

Oleh Pascal S Bin Saju

Setelah pontang-panting mencari elpiji ke sejumlah tempat dan tidak menemukannya, kaum ibu itu bingung dan gelisah. Harus menggunakan bahan bakar apa lagi untuk memasak karena minyak tanah sudah lama hilang. Mereka lalu mencari kayu bakar dan memasang tungku api di tepi jalan dan memasak beramai-ramai. Suasana itu terlihat di Jalan Beting Jaya, Kampung Beting, RT 003 dan RT 004 RW 18, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Selasa (16/12) siang. ”Semiskin-miskinnya saya baru kali ini mulai menggunakan kayu bakar untuk memasak,” kata Tati Wiyono (23), ibu rumah tangga.

Ia bersama kaum perempuan lainnya, seperti Tentram Karmin (43) dan Aisah Witno (59), memasang tungku api di tepi Jalan Beting Jaya, dekat pagar tembok depan rumah mereka.

Kaum ibu ini memasang tungku dan memasak di tepi jalan karena tidak ada lagi tempat di dalam rumah mereka untuk dipasangi tungku api. ”Dari dahulu kami kan sudah terbiasa memasak dengan menggunakan kompor minyak tanah, bukan tungku kayu api. Sekarang kami kok semakin mundur lagi,” kata Tati.

Ibu dua anak itu kemarin sedang menggoreng telur. Sambil menunggui air dalam ceret mendidih, Tentram juga sibuk mengupas bawang dan membersihkan sayur. Aisah menanak nasi.

Mereka mendapat kayu bakar berkat kemurahan hati Dharman (49), tokoh Kampung Beting. Dharman berinisiatif mencarikan kayu bakar untuk kaum ibu di kampungnya itu, termasuk untuk istrinya, di lokasi proyek renovasi bangunan sekolah dasar di Tugu Utara.

Tungku yang mereka gunakan siang itu dijadikan sebagai dapur umum oleh Dharman. Kaum ibu Kampung Beting yang kesulitan mendapatkan elpiji boleh memasak di sana. ”Dari minyak tanah kita ganti ke elpiji, lalu sekarang kayu bakar. Kita bukannya bertambah maju, tetapi malah semakin mundur ke zaman dahulu kala,” kata Tentram.

Mereka menilai, masalah itu sebagai langkah mundur dalam pelayanan pemerintah terhadap masyarakat di republik ini. "Mereka (pemerintah) yang membuat aturan agar kita tidak menggunakan minyak tanah dan beralih ke elpiji. Namun, mengapa kini malah elpijinya langka dan harganya pun cenderung naik terus," kata Aisah.

Sudah sejak Senin awal pekan ini, sama seperti warga lain, mereka pontang-panting terus mencari elpiji. Suami-suami dan anak-anak mereka juga mencarinya, tetapi tidak bisa mendapatkan elpiji. Umumnya mereka mencari elpiji ukuran 3 kilogram. Akhir pekan lalu mereka masih sempat membeli Rp 18.000 per tabung.

”Tetapi hari ini (kemarin) harga elpiji ukuran 3 kilogram sudah mencapai Rp 20.000 dan tabung 12 kilogram berkisar Rp 85.000 hingga Rp 95.000. Harganya sudah sangat mahal dan langka,” kata Aisah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com