Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membungkus Laba dari Bisnis Jas Hujan Partai

Kompas.com - 08/12/2008, 00:00 WIB

Siapa yang tidak membutuhkan jas hujan, apalagi di saat musim hujan seperti sekarang. Manfaatnya begitu terasa, bahkan bisa lebih lama. Perlengkapan ini juga dilirik partai politik sebagai media berkampanye dan menarik simpatisan. Tentu saja, yang bakal kebagian rezeki dari bisnis ini adalah produsen.

Salah satu yang pernah mendapat pesanan jas hujan dari partai politik adalah Yoso Witono atau lebih dikenal dengan Yongkie. Pemilik CV Digiart ini memang memproduksi jas hujan dan beberapa pernik lain seperti boles fiberglass dan mug cetak.

Yongkie mengaku, beberapa partai politik sudah memesan jas hujan dengan disain tertentu. "Sudah membuat sample-nya dan menunjukkan ke mereka. Tapi, tak jadi transaksi karena tak cocok soal pembayaran," ungkapnya. Padahal biaya membuat sample tidak murah. "Alasan mereka, keuangan partai tidak lancar, mungkin karena partai baru," tambahnya.

Bertransaksi dengan partai politik tersebut memang agak rumit. Yongkie harus mengajukan proposal terlebih dahulu. "Mereka inginnya dibuat dulu baru dibayar tanpa uang muka. Saya tidak bisa begitu," katanya. Berhubung modal terbatas, ia tak ingin ambil risiko mengerjakan pesanan tanpa kejelasan pembayaran.

Digiart memakai bahan baku jas hujan dari China. Yongkie tinggal memberi cetakan logo, tanpa harus mengubah merek. Dalam dua minggu, Yongkie bisa mengerjakan 1.000 potong jas hujan. "Tapi pesanan minimal 300," katanya. Harga jas hujan berkisar Rp 45.000 sampai Rp 100.000, tergantung jenis bahan.

Saat ini, Yongkie lebih banyak mengerjakan pesanan kantor-kantor. Marjin yang bisa diambil dari jas hujan ini tidak banyak, "Paling banter 10 persen," jelasnya.

Selain CV Digiart, pembuat jas hujan lainnya adalah Tirta Safety. Iwan Arinaya, pemilik Tirta Safety mengaku pabriknya bisa memproduksi jas hujan sebanyak 60.000 per bulan. Pasarnya adalah perusahaan pertambangan yang membutuhkan jas hujan dengan kualitas tertentu yang tahan kimia, tahan dingin, maupun panas.

Tahun ini, pihaknya belum mendapat pesanan jas hujan dari partai politik. "Tapi, kami pernah mendapat pesanan pada Pemilu 1999 lalu," kata Iwan. Sayangnya, ia memiliki pengalaman pahit terhadap transaksi dengan partai. "Waktu itu, kami hanya dibayar dengan ucapan terima kasih," keluhnya. Padahal, pemesanan mencapai 15.000 potong.

Dalam pemesanan seperti itu, menurut Iwan, yang menjadi biang masalah adalah makelar. "Banyak iming-iming pesanan senilai ratusan juta atau miliaran, tapi saya tidak tergiur," jelasnya. Baginya, yang penting ada uang, ada barang.

Harga jas hujan pada waktu itu memang belum semahal saat ini, yaitu sekitar Rp 22.000 per potong. "Ini menjadi , pelajaran berharga untuk lebih berhati-hati," kata Iwan.

Saat ini, Iwan menjual jas huian antara Rp 65.000 sampai Rp 185.000 per potong, tergantung model dan material. Soal keuntungan? "Paling hanya Rp 3.000 per potong. Soalnya, jika dijual terlalu mahal, nanti barangnya malah tidak laku," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com