JAKARTA, RABU — Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mencemaskan kecenderungan terjadinya politik keluarga dalam partai yang didirikannya. Kecenderungan itu dihentikan Yudhoyono dengan contoh mencoret anaknya, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, dari nomor urut satu, nomor jadi, pada daftar caleg di Daerah Pemilihan Jawa Timur VII.
”Awalnya terlalu banyak nepotisme di Demokrat. Anak pengurus partai jadi caleg nomor urut satu, seperti putra Yudhoyono dan Hadi Utomo (Ketua Umum Partai Demokrat). Yudhoyono menentang kecenderungan itu dan meminta Ibas paling tinggi nomor urut empat. Akhirnya Ibas di nomor urut tiga,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok di Jakarta, Selasa (21/10).
Mubarok menilai, kekeluargaan di parpol untuk beberapa hal wajar, tetapi cenderung negatif jika tak ada ukuran dalam sistemnya.
Dengan arahan dan teladan Yudhoyono terhadap anaknya, Mubarok menjamin, masuknya keluarga tokoh partai di Partai Demokrat saat ini tergolong wajar karena tidak mendapat keistimewaan dan harus mengikuti sistem yang ada.
Sebaliknya, Hadimulyo, fungsionaris Partai Persatuan Pembangunan (PPP), prihatin dengan adanya politik keluarga di sejumlah parpol, termasuk PPP. Jika tidak dikoreksi, citra PPP bisa tercederai. Terlebih, PPP pernah berada di garis depan saat pembahasan mengenai penyelenggaraan negara yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Menurut Hadimulyo, dalam politik, keuntungan karena kedekatan hubungan keluarga tak bisa diabaikan. Namun, sangat memprihatinkan jika hal itu terus ditumbuhkan dalam kehidupan parpol, terutama ketika PPP pernah sangat kukuh menginginkan praktik bernegara yang bebas kolusi dan nepotisme. ”Untuk menjaga nama baik parpol, ada baiknya salah satu caleg yang punya hubungan keluarga secara sukarela mengundurkan diri dari pencalonan,” kata Hadimulyo.
Jerry AK Sambuaga (23), anak Ketua Komisi I DPR Theo Sambuaga, yang pada Pemilu 2009 maju sebagai caleg DPR dari Partai Golkar untuk Daerah Pemilihan DKI Jakarta II nomor urut tujuh, menekankan, hak siapa pun untuk berpolitik. Justru aneh jika hak politik seseorang ditutup hanya karena keturunan atau kerabat politisi-senior atau pimpinan parpol. Dari latar belakang apa pun tidak harus dipersoalkan karena rakyat yang akan memilih.
Lahir dan dibesarkan dalam keluarga berlatar belakang politik telah membentuk karakternya. Secara tidak langsung, naluri Jerry terasah. Sejak 1997, ia sudah terlibat di Partai Golkar sampai kini menjadi anggota Badan Informasi dan Komunikasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.
Irfan Wahid, putra politisi Salahuddin Wahid, Selasa, meluruskan data keluarga KH Hasyim Asyari (Kompas, 21/10), dirinya sejak Agustus 2007 mengundurkan diri dari Dewan Pakar Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ia kini menjadi konsultan komunikasi politik bagi PKS dan partai lain.