Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pantat Dipaku, Mata dan Dubur Diolesi Balsam

Kompas.com - 17/10/2008, 07:09 WIB

SIAPA tidak tahu karapan (kerabhan) sapi. Tontonan adu kekuatan otot dan kecepatan sapi di Madura ini begitu memikat. Tetapi siapa yang tahu, sapi-sapi perkasa itu diperlakukan sangat bertolak belakang, dimanja sekaligus disiksa?

Sapi karapan menjadi kebanggaan si pemilik yang akan melakukan apa pun agar sapinya selalu berlari terdepan. Termasuk di antaranya memanjakan dan membuat hidup si sapi nyaman bukan kepalang. Bagaimana tidak nyaman, kalau si sapi punya kamar yang selalu bersih.

Tentu, untuk ukuran sapi, kamar itu sangat bersih dan selalu bebas dari kotoran. Setiap saat ada kotoran langsung disingkirkan jauh-jauh. Tak hanya itu, di pantat sapi nyaris tidak pernah ditempeli tlethong, karena rajin diceboki. Agar lebih nyaman lagi, seekor nyamuk atau lalat yang masuk kamar itu pasti diusir oleh tokang obu, orang yang dibayar khusus untuk merawat sapi itu.

Tokang obu itu juga bertugas untuk memijat, menginjak dan memandikan sapi setiap hari. Tidak jarang sapi-sapi itu dimandikan sampai dua kali sehari. "Kalau tidak begitu, sapi-sapi itu kepanasan karena jamunya memang yang menghangatkan tubuh," kata Salam, seorang pemilik sapi karapan.

Pijat dan injak, katanya, dilakukan agar otot-otot sapi tidak kaku dan aliran darahnya lancar. Setiap hari sapi-sapi itu juga dikeluarkan dari kandang dijemur. Belum lagi jamu campuran 25 butir telur dengan  parutan kunyit, jahe, temulawak, kunci, gula merah, dan minuman bersoda yang diberikan dua kali seminggu.

Namun segala kenikmatan itu harus dibayar sapi dengan siksaan selama berpacu. Sapi-sapi itu berpacu dalam kesakitan, dan pantatnya berdarah. Cairan merah itu meleleh akibat garukan paku sang joki yang ditancapkan pada gagang kayu seperti parut. Tidak hanya itu. Mata, pantat yang luka, dan sekitar lubang anus si sapi diolesi cuka, sambal, dan balsem.

Selain paku yang ditancapkan pada  tongkat sepanjang sekitar 15 sentimeter itu, bagian dalam ekor sapi diikat dengan kayu yang juga berpaku. Saat berlari, ekor yang dipasangi kayu berpaku itu naik turun, dan menusuk kulit sekitar dubur sapi.

Sapi-sapi itu terlihat meronta, mengentak-entakkan kaki dan mendengus berulang-ulang. Tidak heran jika setiap pasangan sapi karapan harus dipegang oleh banyak orang agar tidak kalap dan lari sembarangan.

Pada kondisi seperti itu, tidak jelas apakah setiap pasangan sapi karapan, berlari karena kekuatan ototnya atau karena ingin lepas dari rasa sakit. Bisa jadi, pasangan sapi akan diadu beberapa kali. Artinya, sapi-sapi tersebut akan mendapatkan perlakuan menyakitkan berulang-ulang.

Seolah tanpa beban, begitu pacuan usai, para pemilik sapi langsung menyembuhkan luka-luka itu, meski tindakan itu menimbulkan rasa sakit baru. Caranya, luka itu ditetesi spiritus, zat cair yang mengandung alkohol dan mudah menguap. Atau ditetesi air panas bercampur garam. Dengan cairan itu luka-luka diyakini bisa cepat kering dan sembuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com