Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapi Sel Induk Xeno Dikembangkan di Indonesia

Kompas.com - 16/09/2008, 09:59 WIB

TRANSPLANTASI sel punca xeno sebagai salah satu alternatif pengobatan kini mulai dikembangkan di Indonesia. Bekerja sama dengan sebuah perusahaan pengembangan sel punca asal Swedia, Bio Cellular Research Organization  (BCRO), kedokteran Indonesia mendapat kesempatan untuk mengadopsi teknologi pengobatan yang masih terbilang baru ini.

Seperti diungkapkan Managing Director BCRO Asia Dr Suharto, SpKO, DPH,  kedokteran Indonesia telah mengawali alih teknologi terapi sel punca xeno dengan bantuan pakar asal Swedia, Prof Dr Michael Molnar. Ahli transplantasi sel punca ini akan menularkan ilmunya kepada para dokter-dokter Indonesia dan membantu pengambangan transplantasi sel punca xeno atau transplantasi menggunakan sel punca dari makhluk hidup selain manusia.

"Prof Molnar akan membantu alih teknologi dan mengintroduksi penggunaan transplantasi sel punca kepada dokter-dokter di Indonesia. Sementara ini kami baru membatasi di RSPI Jakarta sebagai percobaan," ungkap Dr Suharto yang juga menjabat sebagai Sekjen Perhimpunan Kedokteran Anti-Penuaan Indonesia (PERKAPI) di Jakarta Senin (15/9).

Suharto menjelaskan terapi sel punca yang dikembangkan Prof Molnar adalah terapi sel punca xeno yang dikembangkan dari janin sel kelinci. "Sel yang ditranplantasi berasal dari kelinci, tetapi bukan sembarang kelinci. Kelinci ini telah dikembangkan sedemikian selama 30 generasi, jadi tidak boleh menularkan penyakit kepada manusia," ungkapnya.

Sejauh ini, tercatat 5.000 pasien di seluruh dunia telah menerima transplantasi  sel punca dari Prof Molnar, baik secara langsung maupun di bawah bimbingannya.  Untuk pasien di Indonesia, Prof Molnar akan dibantu oleh tim dokter di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta.

Menurut Suharto, sel punca xeno dari kelinci yang dikembangkan Prof Molnar di Swiss adalah satu-satunya di dunia. "Tadinya terapi sel punca xeno baru bisa dilakukan di Malaysia, Hongkong, atau Jerman. Sekarang kita memindahkannya ke Indonesia," ujarnya.

Transplantasi sel punca sendiri, lanjut Suharto, dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit kronis yang tidak ada obatnya atau yang sudah tidak efektif lagi diatasi dengan obat yang ada. Penyakit-penyakit yang dapat diatasi dengan terapi sel punca di antaranya kanker, infertilitas pada pria dan wanita, komplikasi diabetes, kelainan defisiensi hormon yang tak dapat diatasi dengan terapi sulih hormon, penyakit degenerasi hati, saluran cerna, dan sistem pembuluh darah jantung.

Belasan pasien
Sementara itu, menurut salah satu anggota tim dokter Dr Mulyono Soedirman SpOT, terapi sel punca xeno telah dilakukan sejak enam bulan lalu di RSPI dengan melibatkan sekitar 18 pasien. "Pasien dibagi dalam tiga kelompok, enam pasien dilakukan terapi enam bulan lalu, kemudian enam lagi sekitar tiga bulan lalu dan enam lainnya pada malam tadi." ujarnya.

Ia menambahkan, penyakit yang banyak diderita pasien adalah komplikasi diabetes, syaraf, gangguan ginjal, kelainan perkembangan, gangguan pembuluh darah jantung.  Pasien sejauh ini masih terus dipantau secara berkala perkembangannya dan beberapa pasien pengidap diabetes telah menunjukkan kemajuan.

"Dari pasien diabetes yang melakukan kontrol kepada saya, jelas ada kemajuan.  Yang tadinya menggunakan obat yang sama pengendalian gula darahnya dapat mencapai angka tertentu, sekarang dengan obatnya dikurangi, gula darahnya bisa menurun sedikit demi sedikit.  Evaluasi terus kita lakukan, dalam satu tahun baru kita bisa mengambil kesimpulan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com