Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Jejak Boedi Oetomo di Museum Kebangkitan Nasional

Kompas.com - 17/07/2008, 10:37 WIB

KAMPUS STOVIA, Batavia, menjelang Mei 1908. Sejumlah mahasiswa kasak-kusuk hendak membentuk organisasi pergerakan. Mereka prihatin dengan nasib bangsa yang sudah 300 tahun lebih dijajah Belanda. Namun mereka berada di STOVIA (School Tot Opleiding Van Indlandsche Arsten/Sekolah Kedokteran Bumi Putera), sekolah bikinan Belanda dengan staf dosen semuanya Belanda pula. Gerak-gerik mereka pasti diawasi namun niat mereka sudah bulat.

Ide pembentukan organisasi itu telah digodok sekitar setahun, setelah tahun 1907 sejumlah mahasiswa STOVIA, di antaranya R Soetoemo, bertemu dengan Wahidin Soediro Hoesodo, seorang dokter lulusan Sekolah Dokter Jawa (dulu kampusnya terletak dekat Rumah Sakit Militer Weltervreden yang sekarang menjadi RSPAD Gatot Subroto). Wahidin datang ke STOVIA untuk mempropagandakan studifonds (pengumpulan dana bantuan pendidikan dari para priayi Jawa).

Pertemuan dengan Wahidin itu memicu semangat sejumlah mahasiswa untuk melakukan sesuatu bagi bangsanya. Maka, pada 20 Mei 1908 lahirlah organisasi Boedi Uetomo di kampus STOVIA dengan Ketua R Soetoemo, Wakil Ketua M Soelaiman, Sekretaris I Soewarno, Sekretaris II M Goenawan Mangoenkoesoemo, dan Bendahara R Angka.

Munculnya organisasi mahasiswa (pelajar) di sekolah bentukan Belanda itu membuat para dosen gerah. Mereka ingin R Soetoemo dan teman-temannya segera dikeluarkan dari STOVIA. Namun Direktur STOVIA, Dr HF Roll, tidak sepaham dengan mayoritas dosen. Rapat dosen pun digelar dan berlangsung alot karena Roll tetap membela R Soetoemo dan kawannya.

"Apakah di antara tuan-tuan yang hadir di sini tidak ada yang lebih merah (nekad/berani. Red) dari Soetoemo waktu tuan-tuan berumur 18 tahun?" kata Roll dalam rapat itu.

Kalimat pembelaan Roll tampaknya ampuh. Para dosen akhirnya sepakat untuk membiarkan Soetoemo dan rekan-rekannya belajar di STOVIA. Boedi Oetoemo pun dibiarkan berkembang, malah diberi kesempatan untuk mempersiakan konggres pertamanya pada 3-5 Oktober 1908 yang dilangsungkan di Yogyakarta.

Kalimat Roll di atas serta peragaan sidang dosen STOVIA mengenai keberadaan Boedi Oetomo kini menjadi salah satu koleksi Museum Kebangkitan Nasional di Jalan Abdurrahman Saleh Nomor 26, Jakarta Pusat. Museum yang pintu utamanya bergaya neo-klasik itu dulunya merupakan kampus STOVIA, tempat para pendiri Boedi Oetomo belajar.

Kampus berkonsep boarding school itu dibangun mulai tahun 1889 sampai 1901 di atas lahan seluas 15.742 meter. Gedung itu mulai digunakan sebagai kampus STOVIA dari tahun 1902 sampai 1925. Para mahasiswanya diharuskan tinggal di asrama sampai selesai sekolah. Maka, selain ruang kelas dan laboratorium, di dalamnya ada asrama, tempat olah raga, kantin, dapur, dan aula.

STOVIA merupakan perkembangan dari Sekolah Dokter Jawa. HF Roll, saat menjabat sebagai direktur Sekolah Dokter Jawa, mengusulkan ke pemerintah Belanda agar menyelengggarakan pendidikan kedokteran yang dapat disetarakan dengan pendidikan kedokteran yang ada di Eropa (Belanda). Dari usalan Roll itu munculah STOVIA.

Sementara Sekolah Dokter Jawa bermula ketika sekitar tahun 1850 di daerah Banyumas, Jawa Tengah, terjadi wabah penyakit. Karena jumlah tenaga medis terbatas, pemerintah Belanda merasa kewalahan. Berdasarkan kondisi itu, Belanda bermaksud mendirikan sebuah tempat untuk mendidik para pemuda yang cakap sebagai vaksinator (juru suntik).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com