Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekalahan yang Heroik

Kompas.com - 27/06/2008, 05:11 WIB

Oleh Sindhunata

Turki kalah, tapi kalah dengan terhormat. Tanpa beberapa pemain intinya, mereka tetap bermain dengan cemerlang dan terus-menerus membuat kalang kabut Jerman.

Seperti sudah diduga oleh Joachim Loew, malam itu Turki memainkan bola yang sama sekali tak bisa diduga. Permainan Turki digerakkan oleh emosi yang menjilat-jilat. Tapi, mereka tak terbakar oleh emosi itu. Malahan dengan dingin rasio mereka mengendalikan permainan.

Kendati demikian, permainan mereka tak pernah terikat pada struktur rasional yang sistematis dan kaku. Kata Loew, prinsip permainan mereka selalu berubah. Anak-anak Turki selalu pandai menciptakan ruang, kebebasan, dan kreativitas.

Menghadapi Turki malam itu, Jerman benar-benar kewalahan. ”Kaki kami rasanya sulit bergerak,” kata kapten Michael Ballack, yang malam itu tak banyak berkutik. ”Turki terus mendapat angin. Mereka sungguh membuat hidup kami sulit,” aku Philipp Lahm.

Turki memang bermain hebat. Pemainnya seperti tukang sulap. Mereka bermain dari trik satu ke trik lainnya. Betapa pemain Jerman mudah terkelabui oleh trik-trik itu, sampai akhirnya trik itu berubah menjadi gol yang diceploskan Ugur Boral.

Kehebatan Turki tentu tak terlepas dari pelatihnya, Fatih Terim. ”Ia bisa memberikan motivasi luar biasa kepada kami. Ia membuat kami berkobar-kobar. Ia bilang, kami semua kuat. Ia seperti bapak bagi kami. Ia adalah pelatih terbaik yang pernah saya miliki,” kata Semih Senturk.

Terim memang jago dalam menyuntikkan motivasi. Para pemainnya meyakini kata-katanya, seperti para penganut agama meyakini iman yang dikhotbahkan oleh dai atau ustadznya. ”Kami tak mempunyai ketakutan untuk kalah dan kami takkan pernah menyerah,” kata Hamit Altintop.

Pantang menyerah, itulah doktrin sepak bola Terim. Maka, walau banyak pemain inti cedera atau terkena akumulasi kartu, Terim tetap bertekad menang. ”Cedera bukan alasan untuk minta maaf jika kami kalah,” katanya.

Terim hanyalah anak pedagang kecil. Masa kecilnya banyak ia lewatkan di jalanan dengan bermain bola. Maka, ketika kemudian menjadi Pelatih Turki, ia dijuluki ”Imparator Jalanan”. Pantas jika beberapa pengalaman keras dan sifat ”jalanan” itu kemudian memengaruhi alam bolanya. Itu tampak, misalnya, dalam kehendak kuat untuk menang, intuisi mengambil keputusan yang benar, dan tak takut bermain liar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com